5 Kitab Panjiwijayakrama. Kitab Panjiwijayakrama menceritakan riwayat Raden Wijaya hingga akhirnya menjadi Raja Majapahit. 6. Kitab Usana Jawa. Kitab ini mengisahkan penaklukkan Bali oleh Gajah Mada dan Aryadamar. 7. Kitab Pararaton. Kitab Pararaton berisi tentang riwayat raja-raja Kerajaan Singasari dan Majapahit. 8. Kitab Ranggalawe
- Kerajaan Majapahit adalah kerajaan bercorak Hindu-Buddha yang dianggap sebagai salah satu negara terbesar dalam sejarah Indonesia. Hal ini dikarenakan wilayah kekuasaannya yang sangat luas, bahkan hampir mencakup seluruh nusantara. Kerajaan Majapahit berkuasa sekitar dua abad, lebih tepatnya antara 1293-1500 adalah Raden Wijaya, menantu dari penguasa terakhir Kerajaan Singasari yang bernama Raja Kertanegara. Puncak kejayaan Kerajaan Majapahit berlangsung pada masa pemerintahan Hayam Wuruk 1350-1389 M dengan Gajah Mada sebagai patihnya. Menurut Kakawin Negarakertagama, daerah kekuasaan Majapahit meliputi Sumatera, Semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, Tumasik Singapura, dan sebagian Kepulauan Filipina. Selain itu, kerajaan ini juga memiliki hubungan dengan Campa, Kamboja, Siam, Birma bagian selatan, Vietnam, dan Tiongkok. Kerajaan Majapahit mempunyai banyak peninggalan yang menjadi sumber sejarah dan bukti keberadaannya. Berikut ini daftar peninggalan Kerajaan Majapahit baik yang berupa candi, prasasti, dan kitab. Baca juga Sejarah Berdirinya Kerajaan Majapahit Candi peninggalan Kerajaan Majapahit 1. Candi Tikus Candi Tikus terletak di Desa Bejijong, Trowulan, Mojokerto. Bangunannya berbentuk seperti petirtaan, sehingga banyak yang menduga bahwa dulunya adalah tempat pemandian bagi keluarga kerajaan. 2. Candi Bajang Ratu Candi Bajang Ratu atau Gapura Bajang Ratu adalah gapura terbesar Kerajaan Majapahit yang terletak di Desa Temon, Trowulan, Mojokerto. Dari Kitab Negarakertagama, diketahui bahwa gapura ini berfungsi sebagai pintu masuk ke bangunan suci. Candi yang memiliki struktur vertikal ini terdiri dari tiga bagian, yaitu kaki, badan, dan atap, serta terdapat relief Sri Tanjung yang dipercaya sebagai penangkal bahaya. 3. Candi Wringin Lawang Candi Wringin Lawang atau Gapura Wringin Lawang terletak di Desa Jatipasar, Trowulan, Mojokerto. Gapura setinggi 15,5 meter ini diduga sebagai pintu gerbang ke kediaman Mahapatih Gajah Mada. Baca juga Raja-Raja Kerajaan Majapahit 4. Candi Brahu Candi Brahu terletak di Desa Bejijong, Trowulan, Mojokerto, yang pada masanya digunakan sebagai tempat pembakaran jenazah raja-raja Majapahit. Nama Brahu diperkirakan berasal dari kata Wanaru atau Warahu yang didapatkan dari sebutan bangunan suci. 5. Candi Pari Candi Pari adalah bangunan yang dibangun di Desa Candi Pari, Porong, Sidoarjo, pada masa pemerintahan Hayam Wuruk. Bangunannya disusun dari batu bata segi empat yang menyerupai pura di Bali. 6. Candi Penataran Candi Penataran adalah candi Hindu terluas dan termegah di Jawa Timur yang letaknya berada di Desa Penataran, Nglegok, Blitar. Diperkirakan candi ini dibangun pada masa Raja Srengga dari Kerajaan Kediri, yaitu sekitar 1200 Masehi. Pembangunannya kemudian baru selesai pada 1415, saat Kerajaan Majapahit diperintah oleh Wikramawardhana. Baca juga Hayam Wuruk, Raja Terbesar Kerajaan Majapahit 7. Candi Jabung Candi bercorak Hindu ini terletak di Desa Jabung, Paiton, Probolinggo. Struktur bangunan candi ini terlihat mirip dengan Candi Bahal di Sumatera Utara yang merupakan peninggalan Kerajaan Sriwijaya. 8. Candi Sukuh Candi peninggalan Kerajaan Majapahit tidak hanya tersebar di Jawa Timur, tetapi juga di Jawa Tengah. Salah satunya adalah Candi Sukuh, yang terletak di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Karanganyar. Struktur bangunannya pun unik, berbeda dari candi peninggalan Majapahit lainnya. Candi bercorak Hindu ini diperkirakan dibangun pada 1437 Masehi. Selain delapan candi tersebut, berikut ini nama-nama candi peninggalan Kerajaan Majapahit. Candi Cetho Candi Wringin Branjang Candi Surawana Candi Minak Jinggo Candi Rimbi Candi Kedaton Candi Sumberjati Baca juga Kitab Negarakertagama Sejarah, Isi, dan Maknanya Prasasti peninggalan Kerajaan Majapahit 1. Prasasti KudaduPrasasti Kudadu yang berangka tahun 1294 M ini menceritakan tentang Raden Wijaya yang dibantu oleh Rama Kudadu dalam pelarian dari ancaman Jayakatwang, yang telah membunuh Raja Kertanegara dari Kerajaan Singasari. 2. Prasasti Sukamerta Prasasti Sukamerta mengisahkan tentang Raden Wijaya yang memperistri empat putri Kartanegara. Selain itu, diceritakan pula penobatan Jayanegara, putra Raden Wijaya yang menjadi raja di Kediri pada 1295 M. 3. Prasasti Prapancasapura Prasasti yang berangka tahun 1320 M ini dibuat oleh Ratu Tribhuwanatunggadewi, yang berkuasa di Majapahit antara 1328-1350 M. Prasasti ini menceritakan tentang sang putra, Hayam Wuruk, yang memiliki nama lain Kummaraja Jiwana. Baca juga Kitab Sutasoma Pengarang, Isi, dan Bhinneka Tunggal Ika 4. Prasasti Waringin Pitu Prasasti Waringin Pitu dibuat pada 1477 M dan menceritakan tentang aturan administrasi pemerintahan Kerajaan Majapahit beserta kerajaan-kerajaan di bawahnya. Saat itu, Kerajaan Majapahit mempunyai 14 kerajaan bawahan. Selain empat prasasti tersebut, berikut ini daftar prasasti-prasasti peninggalan Kerajaan Majapahit. Prasasti Wurare Prasasti Balawi Prasasti Parung Prasasti Biluluk Prasasti Karang Bogem Prasasti Katiden Prasasti Canggu Prasasti Jiwu Prasasti Marahi Manuk Baca juga Peninggalan Kerajaan Tarumanegara Kitab peninggalan Kerajaan Majapahit Perkembangan seni budaya mendapatkan perhatian dari pemerintah Kerajaan Majapahit. Salah satu aspek budaya yang berkembang pesat adalah kesastraan. Berikut ini karya sastra yang berkembang di Kerajaan Majapahit. 1. Kitab Negarakertagama Salah satu peninggalan Kerajaan Majapahit yang terkenal adalah Kitab Negarakertagama karya Mpu Prapanca. Kitab yang dikarang pada 1365 Masehi ini berisi tentang sejarah, perjalanan, dan daerah kekuasaan Kerajaan Majapahit. 2. Kitab Sutasoma Kitab Sutasoma yang ditulis oleh Mpu Tantular pada abad ke-14 menceritakan tentang kerukunan hidup beragama di Majapahit. Di dalam kitab ini, terdapat istilah "Bhinneka Tunggal Ika" yang menjadi semboyan NKRI. 3. Kitab Arjunawijaya Kitab Arjunawijaya karya Mpu Tantular menceritakan tentang pertempuran antara raksasa dan Arjuna Sasrabahu. Baca juga Gajah Mada Cita-cita, Perjuangan, dan Akhir Hidup 4. Kitab Tantu Pagelaran Kitab ini menceritakan tentang pemindahan Gunung Mahameru ke Pulau Jawa oleh Dewa Brahma, Wisnu, dan Syiwa. 5. Kitab Panjiwijayakrama Kitab Panjiwijayakrama menceritakan riwayat Raden Wijaya hingga akhirnya menjadi Raja Majapahit. 6. Kitab Usana Jawa Kitab ini mengisahkan penaklukkan Bali oleh Gajah Mada dan Aryadamar. 7. Kitab Pararaton Kitab Pararaton berisi tentang riwayat raja-raja Kerajaan Singasari dan Majapahit. 8. Kitab Ranggalawe Kitab ini menceritakan pemberontakan Ranggalawe. 9. Kitab Sorandakan Kitab Sorandakan mengisahkan tentang pemberontakan Sora. 10. Kitab Sundayana Kitab ini menceritakan tentang peristiwa Perang Bubat. Referensi Isnaini, Danik. 2019. Kerajaan Hindu-Buddha di Jawa. Singkawang Maraga Borneo Tarigas. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Menuruturaian sebuah kitab bernama 'Usana Bali', bahwa putusnya pulau Jawa dengan pulau Bali, adalah disebabkan oleh kesaktian seorang pendita bernama Mpu Sidhimantra. Manakala pemujaan itu dilangsungkan, mereka biasanya menghanyutkan ke air sebuah beker berisi minuman arak dan pelbagai makan-makanan berupa sesaji, katanya untuk korban

ArticlePDF Available AbstractHindu theology from the beginning was different from classical theology. Where religion or divinity does not conflict with science. God is not placed in the sky but exists and permeates His creation. Such a conception of God would be difficult to understand in Western theology. In the text of Usana Bali, concrete and solution-based theology or divinity is implied, which is narrated through the mythology of Tirta Empul and the story of Mayadanawa. Where God in his manifestation as Dewa Indra becomes a liberating agent for the social problems of society. Eradicating the evil king Mayadanawa, providing prosperity through abundant water sources, and giving meaning to the Galungan holiday as an effort to improve the quality of life winning the inner dharma. This research is a literature study, using the Usana Bali text as primary data. The purpose of this research is to explore theological teachings in a mythology, in order to develop the role and social values in Mythology, Social Theology, Usana Bali Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. 8 MITOLOGI TIRTA EMPUL DALAM TEKS USANA BALI KAJIAN TEOLOGI SOSIAL I Gede Arya Juni Arta Institut Agama Hindu Negeri Tampung Penyang Palangka Raya E-mail aryaskeptisisme ABSTRACT Hindu theology from the beginning was different from classical theology. Where religion or divinity does not conflict with science. God is not placed in the sky but exists and permeates His creation. Such a conception of God would be difficult to understand in Western theology. In the text of Usana Bali, concrete and solution-based theology or divinity is implied, which is narrated through the mythology of Tirta Empul and the story of Mayadanawa. Where God in his manifestation as Dewa Indra becomes a liberating agent for the social problems of society. Eradicating the evil king Mayadanawa, providing prosperity through abundant water sources, and giving meaning to the Galungan holiday as an effort to improve the quality of life winning the inner dharma. This research is a literature study, using the Usana Bali text as primary data. The purpose of this research is to explore theological teachings in a mythology, in order to develop the role and social values in it. Keywords Mythology, Social Theology, Usana Bali I. PENDAHULUAN Mitologi Tirta Empul dan Mayadanawa oleh masyarakat sering dianggap sebagai mitos atau kepercayaan yang berhubungan dengan kejadian masa lalu. Pemahaman tersebut menjadikan kepercayaan tersebut hanya berhenti pada sebatas kepercayaan yang diturunkan dari generasi kegenerasi melalui sebuah cerita. Padahal dalam mitologi Mayadanawa dan Tirta Empul, yang termuat dalam lontar Usana Bali, terkandung berbagai nilai-nilai adiluhung yang terselip di dalamnya. Nilai-nilai tersebut hendaknya dapat digali dan dieksplorasi sehingga makna yang terkandung di dalamnya dapat tersingkap dan memberikan manfaat bagi kehidupan manusia. Dalam hal ini, lontar Usana Bali secara eksplisit menyiratkan aspek Teologi Sosial di dalam cerita mitologi tersebut. Donder 2009167-168 menguraikan bahwa Teologi Sosial merupakan kritik sosial atau telaah kritis terhadap persoalan agama atas kemanusiaan. Di mana Teologi Sosial sebagai sebuah ilmu berupaya mencari solusi dalam memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh manusia, dengan mengangkat nilai-nilai ketuhanan untuk memberikan jiwa atau spirit. Dalam hal ini, konsep, ide dan inspirasi teologis ketuhanan diharapkan memberikan inspirasi suci, luhur dan mulia yang memberikan manfaat lebih besar bagi kehidupan manusia. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini penting dilakukan, untuk mengungkap nilai-nilai dan ajaran Teologi Sosial yang termuat dalam lontar Usana Bali, sehingga diharapkan dapat memberikan manfaat bagi kehidupan manusia. Penelitian ini merupakan kajian teks atau kepustakaan yang sumber datanya secara primer berasal dari teks lontar Usana Bali dan didukung oleh teks-teks lainnya yang bersumber dari kitab suci Veda. Penelitian ini memiliki perbedaan MITOLOGI TIRTA EMPUL DALAM TEKS USANA BALI....I Gede Arya Juni Arta, 8-16 9 dari penelitian lainnya, terutama dari sudut pandang kajian yang dilakukan yakni dari aspek Teologi Sosial yang terdapat dalam mitologi Tirta Empul. II. PEMBAHASAN Sinopsis Lontar Usana Bali Lontar Usana Bali merupakan salah satu jenis lontar yang tergolong sebagai babad. Lontar Usana Bali mempergunakan bahasa Jawa Kuna, dan berhuruf Bali aksara Bali. Lontar ini ditulis oleh Puri Belayu Marga Tabanan, seperti yang tersurat pada salah satu bagiannya yang berbunyi “Iti Usana Bali druwe ring Puri Balayu puput sinurat ring diva, Ra, Pa, wara Ugu, sukla paksa ping 9, titi sasih jyesta, rah 0, ten”. Lontar yang berjumlah 40 lembar ini, kini tersimpan di Gedong Kirtya, Singaraja, dengan nomor/kode Va. 5090. Lontar Usana Bali secara umum menceritakan tentang pertempuran raja Mayadanawa dengan Bhatara Indra dan pasukannya sebagai simbolisasi dharma melawan adharma, dan di dalam cerita tersebut tergambarkan tentang asal mula terciptanya Tirta Empul. Ada pun ulasan pokoknya adalah sebagai berikut. Dikisahkan pada awalnya para bhatara Dewata Nawa Sanga turun ke bumi dan berstana di parhyangan-parhyangan untuk menjaga keseimbangan dunia. Di mana bhatara secara etimologi berasal dari kata Sanskerta bhatr yang berarti pelindung. Dalam hal ini, Mpu Sangkulputih ditugaskan untuk menyelenggarakan pemujaan di parhyangan sehingga tercipta suatu keseimbangan dunia. Bhatara Pasupati yang datang dari Gunung Mahameru kemudian memberikan sabda, ketika Mpu Sangkulputih sedang melakukan pemujaan. Diceriterakan Sang Putranjaya datang ke Bali atas perintah dari Bhatara Pasupati demi menjaga pulau Bali sebagai tempat para Dewa. Perjalanan beliau diiringi oleh Bujangga dari Ampel Gading. Mpu Sangkulputih telah tiba di Besakih pada sasih Kartika, dan ditempat tersebut beliau kemudian mendirikan pertapaan sebagai tempat untuk menghubungkan diri dengan para bhatara. Di Bali pada waktu itu diperintah oleh Sang Ratu Jayapangus, dan beliau memerintah dengan baik serta selalu memperhatikan parhyangan-parhyangan di Bali. Kondisi ini kemudian berubah drastis semenjak beliau digantikan oleh putranya yang bernama Sang Mayadanawa. Di mana pada saat pemerintahan Sang Mayadanawa parhyangan-parhyangan tidak lagi dihiraukan. Sang Mayadanawa bahkan melarang rakyatnya untuk sembahyang di parhyangan-parhyangan tersebut. Dikisahkan pemerintahan kerajaan Bedahulu di bawah Sang Mayadanawa memiliki wilayah yang sangat luas hingga wilayah Sasak, Bugis, Sunantara, Madura, dan Blangbangan. Dengan kesaktian yang dimilikinya Sang Mayadanawa bersikap angkuh, sombong dan bahkan mengaku dirinya sebagai dewa Tuhan. Menyaksikan hal tersebut, para bhatara di Besakih menjadi sedih sehingga Mpu Sangkulputih bersama Bhatara Mahadewa dan Dewi Danuh menghadap kepada Bhatara Pasupati di Gunung Mahameru. Dengan demikian, Bhatara Mahadewa bersama Bhatara Indra memberikan senjata untuk membinasakan Sang Mayadanawa, kemudian para bhatara, dewa dan danawa turun ke Bumi dari Keindraan untuk menandingi Sang Mayadanawa yang angkuh itu. Pasukan Mayadanawa dipimpin oleh Sang Yaksa, Sena Yaksa, Sena Kala Dharma Wilsila dan Patih Sura Punggung, kesemuanya adalah patih Mayadanawa yang sakti-sakti. Peperangan sengit terjadi diantara kedua belah pihak. Pasukan Sang Mayadanawa banyak berguguran, dan Sang MAHA WIDYA BHUWANA VOLUME 5, MARET 2022 10 p-ISSN 2621-1025 e-ISSN 2654-4903 Mayadanawa bersembunyi setelah patihnya banyak yang gugur. Pasukan Bhatara Indra dengan komandan perangnya Rajawong dan Sena Raja Brahma terus mengamuk, namun Sang Mayadanawa sangatlah sakti, sehingga tidak dapat dibunuh dengan senjata dan setiap darahnya menetes ke bumi Sang Mayadanawa hidup kembali. Dikisahkan pula dengan suatu daya upaya dari Sang Kalawong, telah menciptakan sungai yang airnya beracun, di mana orang yang minum air sungai tersebut akan meninggal. Dalam situasi ini, banyak pasukan Bhatara Indra yang mati karena minum air beracun tersebut. Menyikapi hal tersebut, Bhatara Indra lalu menciptakan obat untuk menetralisir racun itu. Air sungai yang beracun itu kemudian dipastu disucikan oleh Bhatara Indra sehingga menjadi obat. Sungai tersebut kemudian disebut sebagai toya empul Tirta Empul. Pasukan Bhatara Indra yang meninggal itu kemudian dapat dihidupkan kembali dan penyerangan pun dilanjutkan. Sang Kalawong terus dikejar oleh bala tentara para dewa, dan akhirnya Kalawong dapat dipenggal lehernya hingga mati. Pada akhirnya Sang Mayadanawa pun dapat dibunuh dan darahnya mengalir menjadi sungai yang diberi nama toya Patanu. Air sungai yang telah dialiri oleh darah Sang Mayadanawa kemudian dikutuk oleh Bhatara Indra bahwa apabila ada orang yang minum atau mandi di sungai tersebut niscaya akan kena sakit kulit yang tidak bisa diobati. Persawahan yang diairi oleh aliran air sungai tersebut hasil padinya akan berbau busuk bagaikan bau bangkai dan tidak bisa dimakan. Dikisahkan kemudian, setelah Sang Mayadanawa meninggal, pasukan Bhatara Indra dijamu oleh Mpu Sangkulputih di Besakih dan setelah itu Ida Bhatara moksa. Mpu Sangkulputih amat senang hatinya. Beliau juga mencapai moksa seperti Ida Bhatara. Setelahnya pemerintahan dipegang oleh Sri Aji Jayakasunu, dan atas petunjuk dari Bhatara Mahadewa maka setiap hari Raya Galungan yang jatuh pada hari Budha Kliwon Dunggulan hari rabu Kliwon, wuku Dunggulan dibuatkan sesajen selengkapnya yang dihaturkan kepada para bhatara di parhyangan. Aspek Teologi Sosial dalam Teks Usana Bali Tuhan sebagai Praksis Sosial yang Membebaskan Selama ini teologi lazim dimaknai sebagai suatu diskursus seputar Tuhan. Namun, dalam kerangka paradigma transformatif, teologi semestinya tidak lagi dipahami semata-mata sebagaimana pemaknaan yang dikenal dalam wacana teologi klasik Gereja ortodoks, yakni suatu diskursus tentang Tuhan yang sangat teosentris, yang secara etimologis merujuk pada akar kata theos dan logos. Dengan pemusatan diskursus terutama pada Tuhan dan ketuhanan, sudah barang tentu teologi semacam itu hanya relevan sebagai alas struktur dari religiusitas yang “membela” Tuhan, bukan manusia. Tubaka 2017116 menyatakan bahwa di abad pertengahan teologi disebut the queen of sciences. Hal ini merupakan pola dominasi yang mematikan ruang bagi pemikiran lainnya. Dalam konteks kesejarahan, teologi akhirnya tidak mampu menjawab semua permasalahan manusia yang semakin kompleks. Dengan demikian, teologi membutuhkan disiplin ilmu lainnya. Berdasarkan hal tersebut lahir teologi transformatif yang bersifat egaliter. Gagasan ini menjadi hal baru dikalangan gereja, namun tidak demikian dalam agama Hindu. Teologi Hindu Brahmawidya sejak awal sudah berbeda dengan teologi klasik Gereja ortodok, yang menempatkan Tuhan di atas langit, duduk nyaman disinggasananya. Tuhan seperti ini akan mengalami MITOLOGI TIRTA EMPUL DALAM TEKS USANA BALI....I Gede Arya Juni Arta, 8-16 11 keterasingan, karena terdapat kesenjangan antara Tuhan dengan umatnya. Hal yang sangat kontras diajarkan dalam teologi Hindu, di mana Tuhan berperan langsung sebagai agen perubahan sosial di masyarakat agama dan sains tidak pernah bertentangan serta saling menegasikan dalam Hindu. Hal ini disebutkan dalam Bhagavadgîtâ yadâ yadâ hi dharmasya glânir bhavati bhârata, abhyutthânam adharmasya tadâtmânaA s[jâmy aham. Terjemahan “manakala dharma hendak sirna dan adharma hendak merajalela, saat itu wahai keturunan Bharata, Aku sendiri turun menjelma” Pendit, 198894. Bunyi sloka tersebut memiliki relevansi dengan penggambaran Tuhan dalam teks Usana Bali. Bhatara Indra turun dari Indraloka untuk membantu umat manusia warga Bali pada khususnya dari kekejaman dan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh raja Mayadanawa. Dalam konteks ini Tuhan Bhatara Indra dikatagorikan sebagai sebuah praksis sosial yang membebaskan masyarakat dari keangkaramurkaan adharma. Guiterrez dalam Natalie 2000183 menguraikan bahwa praksis menyatakan bahwa kebenaran ada di dalam tindakan yang nyata, sehingga ajaran agama teologi akan langsung menyentuh pada kepentingan sosial- masyarakat. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Rakhman 2013174 bahwa teologi sosial merupakan diskursus pemikiran teologis yang berkaitan dengan realitas kehidupan manusia yang bersifat kontemporer, yang menjadikan manusia sebagai pusat dan muara orientasinya, yaitu untuk memberikan solusi atas problem yang dihadapi masyarakat. Teologi sosial berpangkal pada pengalaman dan masalah manusia dalam konteks kehidupan bermasyarakat. Dalam situasi ini teologi sosial dapat disebut sebagai teologi kontekstual, karena keterlibatannya hadir dalam menjawab permasalahan- permasalahan sosial masyarakat Julianus Mojau dalam Harorld, 2017135. Dengan demikian, teologi sosial dalam teks Usana Bali adalah sebuah ajaran teologis atau ketuhanan yang bersifat kongkret dan solutif untuk menjawab permasalahan sosial masyarakat. Hal ini tersirat dalam lontar Usana Bali yakni dalam tindakan para bhatara yang turun langsung ke Bumi dari Indra Loka untuk melawan keangkaramurkaan raja Mayadanawa. Tindakan langsung “nyata” ini merupakan sebuah praksis sosial yang bertujuan untuk membebaskan manusia dari adharma. Di mana Tuhan melalui refresentasi Bhatara Indra mengajarkan manusia untuk menidak menolak dan melawan segala jenis kejahatan sosial dan membebaskan dirinya dari hal tersebut. Keangkuhan sebagai Akar dari Kejahatan Sosial Merasa diri lebih pintar, lebih kuat, lebih hebat, lebih benar hyper correct dari orang lain, akan segera melahirkan sikap jumawa, sombong dan angkuh. Hal inilah yang dialami oleh raja Mayadawa. Di mana raja Mayadanawa yang sakti, teguh dan tanpa lawan, mampu menaklukkan banyak kerajaan, sehingga kekuasaan beliau mencapai wilayah Sasak, Bugis, Sunantara, Madura, dan Blangbangan. Kondisi ini mengakibatkan raja Mayadanawa menjadi terlena dan mabuk kesombongan kasuran, sehingga menganggap dirinya sebagai Tuhan. Dengan demikian, rakyat dilarang untuk mempersembahkan yadnya kepada Tuhan para dewata, dan sebaliknya rakyat hanya diperkenankan untuk menyembah dirinya seorang. Keangkuhan raja Mayadawa telah menariknya ke dalam lubang kegelapan avidya. Dalam keadaan ini, raja Mayadanawa tidak lagi dapat membedakan MAHA WIDYA BHUWANA VOLUME 5, MARET 2022 12 p-ISSN 2621-1025 e-ISSN 2654-4903 antara yang baik dan buruk, benar dan salah nirviveka, sehingga kebenaran hanya didasarkan pada kebenarannya sendiri bersifat solipsistik. Dalam kondisi seperti ini maka terjadilah perbuatan yang sewenang-wenang, dan keji yang dilakukan oleh raja Mayadanawa terhadap rakyatnya. Hal ini dijelaskan dalam sloka Bhagavadgîtâ kâmam âúritya duchpûraA dambha mâna madânvitâ%, mohâd g[ihîtvâ sadrâhân pravartante suchivratâ%. Terjemahan “dengan menyerahkan diri kepada nafsu ketidakpuasaan, penuh kepura-puraan, kebanggaan dan kesombongan, memiliki pandangan salah karena ilusi, mereka berbuat hal-hal yang keji” Pendit, 1988318. Raja Mayadanawa telah mengkultuskan dirinya sebagai Tuhan, dan menganggap dirinya berkuasa penuh terhadap semua yang ada di muka bumi, sehingga rakyat tidak diperbolehkan untuk sembahyang ke pura parhyangan. Keadaan inilah yang menyebabkan banyak parhyangan menjadi rusak akibat terbengkalai. Pura atau parhyangan yang ada, selama ini bukan semata- mata hanya menjadi tempat sembahyang bagi masyarakat, tetapi juga sebagai sarana untuk menyatukan umat masyarakat. Dalam hal ini parhyangan berfungsi sebagai wadah sosial kemasyarakatan. Perilaku raja Mayadanawa yang hanya mengikuti keinginan dari hawa nafsu dan kesombongannya tindakan otoriterianisme telah menjadi akar dari kejahatan sosial, yang secara sistemik menyebabkan rakyat masyarakat menjadi sengsara. Kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan, ketertindasan, dan ketidakadilan sosial merupakan dampak dari kejahatan sosial yang terjadi. Keadaan ini hampir mirip dengan yang dilukiskan dalam Bhagavadgîtâ asau mayâ hata% œatrur hanichye cha parân api, îúvaro ham ahaA bhogî siddho haA balavân sukhî. Terjemahan “musuh ini telah terbunuh olehku dan yang akan kubunuh pula, aku adalah Tuhan, aku adalah penikmat, aku adalah sempurna, berkuasa dan Bahagia” Pendit, 1988319. Lebih lanjut dinyatakan dalam Bhagavadgîtâ anekachitta vibhrântâ mohajâla samâv[itâ%, prasaktâh kâmabhogechu patanti narake œuchau. Terjemahan “bingung oleh berbagai pikiran, terlibat dalam jaringan keonaran, terseret ke dalam kepuasan nafsu birahi, mereka jatuh ke dalam neraka kejahatan” Pendit, 1988320. Berdasarkan kedua sloka tersebut, maka sangat jelas bahwa orang yang menganggap dirinya sebagai yang sempurna, paling berkuasa, dan bahagia, sejatinya pikirannya telah dibingungkan oleh ilusi kekacauan pikiran. Sigmund Freud dalam Suseno 200685 menyatakan bahwa kelakuan-kelakuan yang aneh, dan berlebihan sangat emosional yang tidak dapat dikendalikan merupakan sikap khas pengidap neurosis. Dalam hal ini yang dimaksud adalah suatu penyakit gangguan mental, yang telah menyebabkan orang bereaksi berlebihan terhadap sesuatu yang dihadapinya. Raja Mayadawa dapat disebut sebagai orang yang mengidap penyakit neurosis kelainan mental, karena bertindak berlebihan dengan menganggap dirinya sebagai Tuhan. Di mana dalam lontar Usana Bali disebutkan bahwa pada pemerintahan raja Mayadanawa, parhyangan-parhyangan tempat suci pemujaan Tuhan tidak dihiraukan dan dibiarkan terlantar, bahkan Sang Mayadanawa melarang rakyatnya untuk sembahyang di parhyangan tersebut. Perilaku ini dapat dikatan sebagai “penyakit neurosis” yang bermuara dari keangkuhan ahamkara. Air sebagai Sumber Kehidupan Sosial Sebanyak tiga perempat bumi ini adalah berupa lautan air, sehingga tidaklah salah MITOLOGI TIRTA EMPUL DALAM TEKS USANA BALI....I Gede Arya Juni Arta, 8-16 13 apabila filsuf Thales sebagai pemikir pertama dari peradaban Yunani klasik, menyatakan bahwa esensi dari dunia ini arche adalah air. Hindu juga menempatkan air sebagai salah satu asas yang vital dalam dunia ini. Di mana air dalam kosmologi Hindu, merupakan bagian keempat dari lima macam zat pembentuk dunia ini panca mahabhuta, yang disebut sebagai apah. Dalam Bhagavadgîtâ VII. 4 disebutkan sebagai berikut bhûmir âpo’nalo vâyuh kham mano buddhir eva ca, ahamkâra itiyam me bhinnâ prakrtir astadhâ. Terjemahan “tanah, air, api, udara, ether, akalbudi, pikiran, dan ego merupa-kan delapan unsur alam-Ku” Pendit, 1988153. Berdasarkan uraian sloka tersebut, maka sangat jelas bahwa air menempati posisi yang sangat penting dalam penciptaan alam semesta, dan sekaligus menjaga keseimbangan alam ini. Bhagavadgîtâ mengungkapkan secara terbalik, dari unsur yang terkasar hingga yang terhalus ether, sehingga sesungguhnya air berada pada urutan yang keempat. Dalam agama Hindu, air juga dianggap sebagai sumber kesucian yang dapat membasuh segala noda kejahatan dan kesalahan. Hal tersebut diuraikan di dalam kitab suci Zgveda Om Idamâpa% pra vahata yatkiA ca duritaA mayi, yadvaham abhidudroha yadva úepa utân[tam. Terjemahan “Ya, Tuhan Yang Maha Kuasa, dosa apa pun yang terdapat pada diri kami, dan kejahatan apa pun yang telah kami lakukan demikian pula kebohongan dan kata-kata keliru yang telah kami ucapkan, semoga dengan air yang diberkahi ini menjauhkan kami dari segala kesalahan tersebut Titib, 1996688. Dengan penjelasan dari mantram tersebut, maka air menempati posisi yang utama dalam agama Hindu, baik sebagai unsur pencipta, pemelihara, dan sekaligus pelebur dari segala kekotoran mala. Sebagai unsur pencipta, air merupakan bagian dari panca mahabhuta apah; sebagai unsur pemelihara, air merupakan sumber kehidupan bagi semua makhluk Bhagavadgîtâ, sedangkan sebagai unsur pelebur, air adalah pembersih segala kekotoran mala. Berhubungan dengan mitologi Tirta Empul toya empul dalam teks Usana Bali, dijelaskan bahwa raja Mayadanawa beserta patihnya Sang Kalawong, berupaya menciptakan sungai yang airnya beracun. Pasukan Bhatara Indra yang merasa kelelahan dan haus, meminum air beracun tersebut, dan seketika pasukan beliau banyak yang meninggal dunia. Menghadapi situasi tersebut, maka Bhatara Indra melakukan yoga dan mengerahkan kekuatan beliau untuk menciptakan penawar racun. Air sungai tersebut dipastu disucikan oleh beliau, dan kemudian airnya diminumkan kepada pasukan beliau. Hal yang ajaib terjadi, di mana pasukan beliau yang sudah meninggal dapat hidup kembali setelah minum air tersebut. Demikianlah air tersebut, kemudian dikenal dengan nama Tirta Empul. Dalam Kamus bahasa Bali dijelaskan bahwa kata kata tirta artinya air suci Gautama dan Ni Wayan Sariani, 2009679, dan kata empul artinya sembul, mancur Gautama dan Ni Wayan Sariani, 2009172. Dengan demikian, Tirta Empul dapat diartikan sebagai sumber air suci, yang mana sekarang tempat ini dikenal dengan Pura Tirta Empul. Kemampuan air sebagai sumber penyembuhan atau pengobatan yang digambarkan dalam teks Usana Bali, sangat sesuai dengan yang dijelaskan di dalam Veda, khususnya dalam kitab Zgveda ¹pa id vâ u bhecajîr âpo amivacâtani% âpa% sarvasya bhecajî%. Terjemahan “air adalah obat, Ia mengusir penyakit-penyakit. Ia menyembuhkan semua penyakit” Titib, 1996564-565. Berdasarkan hal tersebut, maka sangat jelas bahwa air merupakan MAHA WIDYA BHUWANA VOLUME 5, MARET 2022 14 p-ISSN 2621-1025 e-ISSN 2654-4903 sumber dari kehidupan sosial masyarakat. Air dapat melepaskan manusia dari rasa haus dahaga, air dapat dipergunakan sebagai sarana untuk memasak, mencuci, mandi dan kebutuhan sehari-hari lainnya. Dengan adanya sumber air yang baik, maka akan hidup suatu tatanan masyarakat atau peradaban yang makmur dan sejahtera. Kehidupan masyarakat Bali, yang umumnya bercorak agraris, juga tidak dapat terlepas dari kebutuhan air sebagai sumber irigasi untuk persawahan. Demikian pentingnya fungsi air bagi kehidupan, sehingga masyarakat juga harus bijak dalam memanfaatkan air. Di dalam teks Usana Bali disebutkan bahwa Mayadanawa yang sudah meninggal, darahnya kemudian mengalir dan menjadi aliran sungai yang dikenal dengan nama toya Patanu. Air sungai tersebut dikutuk oleh Bhatara Indra, bahwa apabila ada orang yang minum atau mandi di sungai tersebut niscaya akan terkena sakit kulit yang sukar diobati. Demikian halnya dengan persawahan yang diairi oleh air sungai tersebut, akan berbau busuk bagaikan bau bangkai dan hasil padinya tidak akan bisa dimakan. Hal ini sesungguhnya mengandung nilai kritik terhadap manusia agar mampu menjaga kebersihan air, agar tidak tercemar. Dalam mitologi ini, sengaja ditanamkan sebuah doktrin atau paham yang secara alami, melalui kesan psikologis yang dapat menggugah pikiran masyarakat akan arti pentingnya menjaga kemurnian dan kesucian air. Hari Raya Galungan sebagai Sarana Meningkatkan Kualitas Umat Hindu Semua agama di dunia memiliki hari- hari suci. Dengan demikian maka agama Hindu, juga memiliki hari suci yang dirayakan oleh umatnya. Di antara hari-hari suci umat Hindu tersebut, ada yang dirayakan secara biasa-biasa saja dan ada juga yang dirayakan secara istimewa. Hari suci yang dilaksanakan dengan istimewa disebut sebagai hari raya dan yang dirayakan secara biasa-biasa disebut rerahinan. Pelaksanaan hari raya dalam masyarakat Hindu khususnya Bali bertujuan untuk memperingati peristiwa-peristiwa penting yang memiliki makna historis, filosofis dan teologis. Perayaannya dirayakan secara berkelanjutan rutin dengan maksud untuk mengobarkan semangat kesucian serta makna penting yang terkandung pada hakikat hari suci agama tersebut. Umat Hindu diharapkan dapat menghayati, merenungkan dan melaksanakan dengan penuh kesadaran mengenai hakikat, semangat hidup dan kesucian yang terkandung pada hari-hari suci tersebut. Sehingga, dapat dijadikan sebagai pedoman untuk meningkatkan harkat dan martabat hidup umat menuju kesejahteraan lahiriah dan kebahagiaan batiniah seperti tujuan dari agama Hindu yaitu “moksartam jagad hita ya ca iti dharma”. Dalam tradisi Hindu khususnya agama Hindu dalam masyarakat Bali, perayaan hari raya di bagi menjadi dua yakni yang berdasarkan sasih dan wuku. Sasih artinya bulan dan wuku adalah perhitungan wariga dari hasil pertemuan wuku dengan sapta wara dan panca wara, maka terselenggaralah rerahinan dan hari raya umat Hindu. Dalam setahun umat Hindu melaksanakan dua perayaan hari raya berdasarkan sasih, yakni hari raya Siwaratri dan hari raya Nyepi. Sedangkan hari raya menurut wuku cukup banyak, misalnya adalah hari raya Saraswati, Pagarwesi, Galungan, dan Kuningan. Hari raya Galungan merupakan salah satu dari hari raya yang disucikan oleh umat Hindu, yang secara historis, filosofis dan teologis berhubungan dengan cerita peperangan antara Bhatara Indra dan Mayadanawa. Hari raya ini dirayakan setiap MITOLOGI TIRTA EMPUL DALAM TEKS USANA BALI....I Gede Arya Juni Arta, 8-16 15 210 hari, yaitu pada hari Budha Kliwon wuku Dunggulan. Hari raya Galungan pada hakikatnya memiliki makna sebagai perayaan kemenangan dharma atas adharma. Dalam hal ini adalah kemenangan Bhatara Indra sebagai simbolisasi dharma dan raja Mayadawa sebagai simbolisasi adharma. Dalam hal inilah, umat Hindu diharapkan dapat menghayati, merenungkan dan melaksanakan dengan penuh kesadaran mengenai hakikat, semangat hidup dan kesucian yang terkandung pada hari suci tersebut. Donder dan Ketut Wisarja 2011216-217 menjelaskan bahwa konsep dan pelaksanaan yadnya korban suci yang dilakukan pada setiap hari raya, secara metodologis pedagogis dapat menjadi sarana yang sangat efektif dalam meningkatkan kualitas masyarakat. Hal ini disebabkan karena dalam pelaksanaan hari raya terdapat gagasan yang mengajarkan manusia untuk mencontoh perbuatan mulia yang dilakukan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Pelaksanaan hari raya Galungan harus dijadikan sebagai momen bagi masyarakat khususnya umat Hindu untuk melakukan refleksi diri, guna meningkatkan kualitas hidup umat, dan bukan sebaliknya mendegradasi moralitas umat, lewat perayaan-perayaan yang dilakukan secara salah misalnya sebagai ajang judi, mabuk-mabukan, pesta pora. Perayaan kemenangan dharma bukan berarti dirayakan dengan pesta berlebihan atau mabuk-mabukan, tetapi sebaliknya dengan melakukan pengendalian diri. Donder dan Ketut Wisarja 2011250 menjelaskan bahwa untuk meraih kemenangan, maka manusia mesti harus berjuang untuk menghadapi segala tantangan atau ujian yang dihadapi dalam kehidupan ini. Senjata yang dipergunakan adalah pengendalian diri. Ekspresi kemenangan tersebut akan terwujud dalam perubahan tingkah laku yang semakin mulia atau semakin bijaksana. Bhagavadgîtâ menyebutkan bahwa orang yang mampu mengendalikan dirinya akan mencapai persatuan dengan Tuhan. Vîta râga bhaya krodhâ manmayâ mâm upâúritâ%, bahavo jòâna tapasâ pûtâ madbhâvam âgatâ%. Terjemahan “terbebas dari hawa nafsu, takut dan benci, bersatu dan berlindung pada-Ku, dibersihkan oleh kesucian budi-pekerti, banyak yang telah mencapai diri- Ku” Pendit, 198895. Dalam lontar Usana Bali disebutkan bahwa pasukan Bhatara Indra yang sebelumnya meninggal kemudian dapat dihidupkan kembali dan penyerangan pun dilanjutkan. Patih raja Mayadanawa yang bernama Sang Kalawong terus dikejar oleh pasukan para dewa, hingga akhirnya Kalawong dapat dipenggal lehernya dan mati. Sang Mayadanawa pun pada kesempatan tersebut dapat dibunuh. Dengan demikian, perayaan hari raya Galungan memiliki nilai yang sangat penting bagi peningkatan kualitas umat Hindu, baik secara jasmani maupun rohani penyucian lahir dan batin. Di mana ketika seseorang telah mampu menundukkan hawa nafsunya adharma maka akan “hidup kembali” menang dalam suasana dharma suci lahir batin. III. KESIMPULAN Agama Hindu mengajarkan sebuah ajaran teologi pengetahuan tentang Tuhan, yang sekaligus mengantarkan umatnya untuk menuju tatanan kehidupan masyarakat sosial yang harmonis. Keselarasan antara aspek ketuhanan dan sosial ini disebut dengan ajaran Teologi Sosial, yang dalam agama Hindu bersumber dari kitab suci Veda. Dalam teks lontar Usana Bali Bhatara Indra dapat dikatakan sebagai praksis sosial yang membebaskan, karena Tuhan sendiri hadir di dunia untuk membela dan melindungi masyarakat untuk mengalahkan raja MAHA WIDYA BHUWANA VOLUME 5, MARET 2022 16 p-ISSN 2621-1025 e-ISSN 2654-4903 Mayadanawa sebagai simbol ketidakadilan sosial. Tirta Empul yang diciptakan oleh Bhatara Indra untuk menghidupkan perajuritnya yang terkena racun dari raja Mayadanawa, memiliki makna akan pentingnya air baik sebagai unsur penciptaan alam, pemelihara kehidupan dan pelebur mala atau penyakit. Sehingga, manusia harus bijak dalam mengelola air. Makna historis, filosofis dan teologis dalam cerita ini, dimaknai dalam perayaan hari raya Galungan oleh umat Hindu sebagai kemenangan dharma, yang berfungsi sebagai sarana peningkatan kualitas umat Hindu kesucian jasmani maupun rohani. DAFTAR PUSTAKA Donder, I K. Teologi Memasuki Gerbang Ilmu Pengetahuan Ilmiah tentang Tuhan Paradigma Sanatana Dharma. Surabaya Paramita. Donder dan I Ketut Wisarja. 2011. Teologi Sosial Persoalan Agama dan Kemanusiaan Perspektif Hindu. Surabaya Pâramita. Gautama, W. Budha dan Ni Wayan Sariani. 2009. Kamus Bahasa Bali Bali- Indonesia. Surabaya Paramita. Harorld, Rudy. 2017. Peran “Teologi Sosial” Gereja Protestan Indonesia Di Gorontalo GPIG Dalam Menanggapi Masalah Kemiskinan. Jurnal Jaffray. Vol. 15. No. 1 Lontar Usana Bali Pdf. Diakses dari http// Natalie. 2000. Evaluasi Kritis Terhadap Teologi Gereja Dari Teologi Pembebasan. Jurnal Veritas Pendit, Nyoman S. 1988. Bhagavadgita. Jakarta PT. Daya Fraza Press. Suseno, Franz Magnis. 2006. Menalar Tuhan. Yogyakarta Kanisius. Titib, I Made. 2006. Veda Sabda Suci Pedoman Praktis Kehidupan. Surabaya Pâramita. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Sabda Suci Pedoman Praktis KehidupanI TitibMadeTitib, I Made. 2006. Veda Sabda Suci Pedoman Praktis Kehidupan. Surabaya Pâramita.

Karyasastra zaman Majapahit awal adalah kitab Negarakertagama karangan Mpu Prapanca (1365), kitab Sutasoma karangan Mpu Tantular, kitab Arjuna Wiwaha karangan Mpu Tantular, kitab Kunjarakama (anonim), dan kitab Parthayajna (anonim). Karya sastra zaman Majapahit akhir ditulis dengan bahasa Jawa dalam bentuk tembang (kidung) dan gancaran (prosa). Perkembangan Kebudayaan Masa Hindu-Buddha .... 77 4 Gatotkacasraya, dikarang oleh Mpu Panuluh. Isinya menceritakan perkawinan Abimanyu, putra Arjuna, dengan Siti Sundari atas bantuan Gatotkaca, putra Bima. Cerita ini ditulis pada zaman pemerintahan Jayabaya. Dalam kitab inilah pertama kalinya muncul dewa-dewa asli Jawa yang disebut Punakawan Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong yang berperan besar dalam penyelamatan tokoh yang dilindunginya. Punakawan ini selalu mengiringi Arjuna. Punakawan lainnya adalah Jurudyah Prasanta dan Punta, keduanya mengiringi Abimanyu. 5 Bhomakarya, pengarangnya tidak jelas. 6 Smaradhahana, dikarang oleh Mpu Dharmaja. Kitab ini mengisahkan hilangnya suami istri, Dewa Kama dan Dewi Ratih, karena api yang keluar dari mata ketiga Dewa Syiwa. Kama dan Ratih menjadi manusia dan mengembara di dunia untuk menggoda manusia. Kitab ini dibuat pada masa pemerintahan Kameswara. Dalam kitab Smaradhahana, Kameswara dianggap sebagai titisan Dewa Kama. Istri Kameswara yang bernama Sri Kirana, putri dari Kerajaan Jenggala yang cantik, dianggap sebagai titisan Dewi Ratih. Dalam kesusastraan Jawa, Kameswara disebut sebagai Panji Asmoro Bangun, Panji Inu Kertapati, atau Panji Kudawanegpati. Adapun Sri Kirana disebut sebagai Candhrakirana. Hubungan antara kedua sejoli itu menjadi dasar cerita ini. 7 Wrttassancaya dan Lubdhaka, dikarang oleh Mpu Tanakung. 8 Kitab sastra Ling Wai Taita, disusun oleh Chou Ku Fei. Kitab ini merupakan tulisan dari negeri Cina yang disusun oleh Chou Ku Fei yang berisi mengenai gambaran kehidupan, tata pemerintahan, dan keadaan istana atau benteng pada masa Kerajaan Kediri. Selain itu, diceritakan pula kondisi kemakmuran negara. Raja memakai sepatu yang terbuat dari kulit, perhiasan emas, pakaian sutra, serta menunggang gajah atau kereta. Kitab ini juga menceritakan adanya pesta air laut dan perayaan di gunung bagi rakyat. 9 Kitab Chu Fang Chi, ditulis oleh Chan Ju Kua dalam bahasa Cina pada abad ke-13 yang menceritakan bahwa di Asia Tenggara tumbuh dua kerajaan besar dan kaya, yaitu Jawa dan Sriwijaya. Kitab ini juga menceritakan keadaan tanah jajahan dan sifat rakyat kedua negara tersebut. 3. Keadaan budaya pada masa Kerajaan Singasari Pada masa Kerajaan Singasari, kebudayaan lebih banyak bersifat fisik. Peninggalan- peninggalan yang ditemukan umumnya berupa candi dan patung. Candi-candi tersebut adalah candi Kidal, candi Jago, dan candi Singasari. Adapun patung-patung yang ditemukan adalah patung Ken Dedes yang diwujudkan dalam wujud Prajnaparamita lambang kesempurnaan ilmu, patung Kertanegara dalam wujud Joko Dolog yang ditemukan dekat Surabaya, dan patung Amoghapasha yang merupakan perwujudan Kertanegara yang dikirim ke Darmasraya ibu kota Kerajaan Melayu. Patung Amoghapasha sekarang dapat dilihat di Museum Nasional Museum Gajah Jakarta. Kedua patung perwujudan Kertanegara, baik Joko Dolog maupun Amoghapasha, menunjukkan bahwa Raja Kertanegara menganut agama Buddha beraliran Tantrayana tantrisme. Di unduh dari 78 Cakrawala Sejarah SMAMA Kelas XI Bahasa 4. Keadaan budaya dan kemajuan sastra pada masa Kerajaan Majapahit a. Kehidupan kebudayaan Perkembangan kebudayaan di Kerajaan Majapahit dapat diketahui dari peninggalan- peninggalan berupa candi. Candi-candi peninggalan Kerajaan Majapahit, antara lain, candi Panataran di Blitar, candi Tegalwangi dan Suranana di Pare Kediri, candi Sawentar di Blitar, candi Sumber Jati di Blitar, candi Tikus di Trowulan, dan pintu gerbang Trowulan di Mojokerto. b. Kehidupan sastra Zaman Majapahit menghasilkan banyak karya sastra. Periodisasi sastra masa Majapahit dibedakan menjadi dua, yaitu sastra zaman Majapahit awal dan sastra zaman Majapahit akhir. 1 Zaman Majapahit awal Karya sastra zaman Majapahit awal adalah kitab Negarakertagama karangan Mpu Prapanca 1365, kitab Sutasoma karangan Mpu Tantular, kitab Arjunawiwaha karangan Mpu Tantular, kitab Kutaramanawa karangan Gajah Mada, kitab Kunjarakarna anonim, dan kitab Prathayajna anonim. a Kitab Negarakertagama karangan Mpu Prapanca ditulis pada tahun 1365, yaitu pada zaman Raja Hayam Wuruk. Kitab ini sangat penting untuk menge- tahui keadaan Kerajaan Singasari pada zaman Ken Arok sampai zaman pemerintahan Hayam Wuruk di Majapahit. Negarakertagama merupakan catatan sejarah yang menguraikan secara terperinci kota Majapahit, wilayah jajahan, candi-candi, dan perja- lanan Hayam Wuruk ke hampir seluruh wilayah Jawa Timur. Di dalamnya juga ditulis mengenai tata pemerintahan, ibu kota, agama, serta upacara Sraddha upacara menghormati roh nenek moyang dengan mendatangi tempat-tempat leluhur yang dilakukan oleh Hayam Wuruk untuk menghormati roh nenek moyangnya, serta untuk penghormatan kepada nenek Gayatri. b Kitab Sutasoma karangan Mpu Tantular menceritakan Sutasoma, putra raja yang meninggalkan keduniawian dan mendalami agama Buddha. Ia rela mengorbankan diri demi keselamatan sesama. Bahkan seorang raksasa yang gemar makan manusia telah diinsafkan menjadi pemeluk agama Buddha. Dalam kitab ini, terdapat kalimat Bhinneka Tunggal Ika, Tan Hana Dharma Mangrwa, yang artinya tidak ada agama yang mendua, melainkan satu, yakni Hindu- Buddha. Sumber Indonesia Indah, Aksara Gambar Prasasti Negarakertagama peninggalan Singasari di tahun 1273 Saka Di unduh dari Perkembangan Kebudayaan Masa Hindu-Buddha .... 79 c Kitab Arjunawiwaha karangan Mpu Tantular menceritakan kisah Raja Arjunasasrabahu dan Patih Sumantri melawan raksasa Rahwana. d Kitab Kutaramanawa, ditulis oleh Gajah Mada. Kitab hukum ini disusun berdasarkan kitab hukum yang lebih tua, yakni Kutarasastra dan kitab hukum Manawasastra , yang kemudian disesuaikan dengan hukum adat pada masa itu. e Kitab Kunjarakarna, tidak diketahui nama pengarangnya. f Kitab Parthayajna, tidak diketahui pengarangnya. 2 Zaman Majapahit akhir Karya sastra zaman Majapahit akhir ditulis dengan bahasa Jawa dalam bentuk tembang kidung dan gancaran prosa. Karya-karya sastra pada zaman ini adalah kitab Pararaton yang berisi tentang riwayat raja-raja Majapahit, kitab Sundayana berisi tentang Peristiwa Bubat, kitab Sorandaka menceritakan tentang Pemberontakan Sora di Lumajang, kitab Ranggalawe tentang Pemberontakan Ranggalawe dari Tuban, kitab Panji Wijayakrama berisi tentang riwayat Raden Wijaya, kitab Usana Jawa menceritakan tentang penaklukkan Bali oleh Gajah Mada, kitab Usana Bali mengisahkan tentang kekacauan Bali akibat keganasan Maya Danawa, kitab Pamancangah , kitab Panggelaran, kitab Calon Arang, kitab Korawasrama, Carita Parahyangan, Babhuksah, Tantri Kamandaka, dan Pancatantra. Berikut karya-karya sastra yang terpenting. a Kitab Pararaton menceritakan riwayat raja-raja Singasari dan Majapahit. Karena kitab ini terlalu banyak mengandung mitos, kebenaran isinya sekarang sering kali diabaikan. Sampai sekarang, pengarang kitab ini belum diketahui sehingga dianggap anonim. Kitab ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama berisi riwayat Ken Arok dari lahir sampai menjadi raja, sedangkan bagian kedua berisi kisah sejarah Kerajaan Majapahit mulai dari Raden Wijaya, Jayanegara, pemberontakan Ronggolawe dan Sora, Perang Bubat, dan daftar nama raja-raja sesudah Hayam Wuruk. b Kitab Sundayana menceritakan Peristiwa Bubat. Penulisnya tidak dikenal. Kitab ini menceritakan tentang Perang Bubat antara Majapahit dan Pajajaran di Lapangan Bubat, Majapahit. Perang tersebut terjadi sewaktu Raja Pajajaran Sri Baduga Maharaja datang ke Majapahit untuk mengantarkan putrinya Dyah Pitaloka yang dipersunting Hayam Wuruk. Namun, setelah rombongan menginap di Bubat, Hayam Wuruk yang semula berniat mengambil Dyah Pitaloka sebagai permaisuri mengubah rencananya. Akibat pengaruh Gajah Mada, Hayam Wuruk hanya akan menjadikan Dyah Pitaloka sebagai selir. Hal ini mengundang kemarahaan Sri Baduga Maharaja dan terjadilah Perang Bubat. Sumber Indonesia Indah, Aksara Gambar Kitab Walandit, telah menggunakan aksara dan bahasa Jawa Kuno, ditemukan di Tengger, Jawa Timur Di unduh dari 80 Cakrawala Sejarah SMAMA Kelas XI Bahasa c Kitab Tantu Panggelaran tidak diketahui pengarangnya. Kitab ini menceritakan Batara Guru menugasi para dewa untuk mengisi Pulau Jawa dengan penduduk. Namun, pulau itu guncang sehingga para dewa kemudian memindahkan Gunung Mahameru di India ke Jawa. Dalam proses pemindahannya, beberapa bagian tercecer sepanjang Pulau Jawa sehingga menjadi deretan gunung. Akibatnya Gunung Mahameru diletakkan di ujung timur Pulau Jawa dengan nama Semeru, kemudian Dewa Wisnu menjadi raja pertama di pulau itu. d Kitab Sorandaka menceritakan Pemberontakan Sora kepada Raja Jayanegara karena tersinggung atas sikap raja yang akan mengambil istrinya. e Kitab Ranggalawe menceritakan Pemberontakan Ranggalawe terhadap Raja Majapahit pada masa Raden Wijaya karena menginginkan jabatan sebagai patih di Majapahit. f Kitab Calon Arang menceritakan seorang janda bernama Calon Arang dari desa Girah yang mempunyai anak bernama Ratna Manggali. Ratna Manggali sangat cantik, tetapi belum ada seorang pemuda pun yang melamarnya menjadi istri. Hal ini membuat gusar Calon Arang. Dengan ilmu hitamnya, ia menyebarkan tenung ke seluruh negeri Airlangga. Raja Airlangga kemudian meminta Bharada untuk mengatasi hal ini dengan mengawinkan muridnya, Mpu Bahula dengan Ratna Manggali. Mpu Bahula berhasil menemukan buku sakti Calon Arang dan meng- ambilnya. Akibatnya dalam pertarungan selanjutnya, Calon Arang dikalahkan. g Kitab Panjiwijayakrama menguraikan riwayat Raden Wijaya sampai menjadi raja. h Kitab Usana Jawa berisi penaklukan Pulau Bali oleh Gajah Mada dan Arya Damar, pemindahan Kerajaan Majapahit ke Gelgel, dan penumpasan Raja Raksasa Maya Denawa. i Kitab Usana Bali berisi tentang kekacauan di Pulau Bali akibat keganasan Maya Denawa yang akhirnya dibunuh oleh dewa. j Kitab Pamancangah menceritakan para dewa agung, nenek moyang raja Kerajaan Gelgel di Bali. k Kitab Carita Parahyangan berbahasa Sunda, ditulis akhir abad ke-16, berisi kisah raja-raja Sunda sejak zaman Mataram. Kitab ini menyebut-nyebut Sanjaya, raja Mataram pertama yang merupakan anak Raja Sanna, raja Kerajaan Galuh. Sewaktu terjadi pemberontakan oleh Rahyang Purbasora, Raja Sanna beserta keluarga dibuang ke kaki Gunung Merapi. Akhirnya, Sanjaya berhasil mengalahkan Rahyang Purbasora dan mengangkat dirinya sebagai raja. Kitab ini juga menceritakan kisah Perang Bubat. 5. Keadaan budaya dan kemajuan sastra pada masa Kerajaan Bali a. Kehidupan kebudayaan Ketika Kerajaan Bali diperintah oleh Raja Anak Wungsu, kemajuan kesenian dapat dibedakan menjadi kelompok seni keraton dan seni rakyat. Pertunjukan kesenian rakyat biasanya dilakukan berkeliling untuk menghibur rakyat. Namun, ada kalanya pula kesenian keraton ditujukan bagi masyarakat pedesaan. Hal ini dimuat dalam Di unduh dari Perkembangan Kebudayaan Masa Hindu-Buddha .... 81 Inskripsi Dalam kepercayaan Hindu-Majapahit, dikenal adanya Sang Hyang Wenang. Sang Hyang Wenang adalah dewa tertinggi dalam kepercayaan Hindu-Majapahit yang kedudukannya lebih tinggi dari Dewa Syiwa prasasti Julah yang berangka tahun 987 M yang menyebutkan adanya rombongan seni batik i Haji untuk raja maupun ambaran keliling yang datang ke desa Julah. Sangat sulit untuk mengetahui berapa jumlah pemain, namun mereka mendapat upah untuk kemampuan seni. Istilahnya patulak. Patulak untuk Agending i Haji yang datang ke desa Julah sebesar satu masaka mata uang saat itu, sedangkan untuk Agending Ambaran sebesar dua kupang. Jenis-jenis kesenian yang berkembang pada masa itu, antara lain, 1 patapukan seni topeng, 4 pamukul penabuh gemelan, 2 perwayang permainan wayang, 5 abanwal permainan badut, dan 3 bhangin peniup suling, 6 abonjing seni musik angklung. Kehidupan masyarakat di Bali dan kebudayaannya sangat lekat terpengaruh oleh agama Hindu. Agama Hindu yang berkembang di Bali ini sudah bercampur dengan unsur budaya asli. Salah satu contoh yang paling nyata dapat dilihat adalah bahwa dewa tertinggi dalam agama Hindu-Buddha bukanlah Syiwa, melainkan Sang Hyang Widhi yang sama kedudukannya dengan Sang Hyang Wenang di Jawa. Sebagai tempat suci, dahulu digunakan candi. Tetapi, sejak berdirinya Kerajaan Gelgel dan Klungkung, penggunaan candi sebagai tempat suci dihapus. Sebagai pengganti fungsi candi dibuatkan kuil berupa kompleks bangunan yang sering disebut pura. Pada waktu upacara, dewa atau roh yang dipuja diturunkan dari surga dan ditempatkan pada kuil untuk diberi sesaji sebagai penghormatan. Upacara itu, misalnya diadakan pada hari Kuningan hari turunnya dewa dan pahlawan, pada hari Galungan menjelang Tahra dan Saka, dan hari Saraswati pelindung kesusastraan. Pura dalam lingkungan kerajaan disebut Pura Dalem, bentuknya seperti candi Bentar dan dimaksudkan sebagai kuil kema- tian. Adapun untuk keluarga raja di- buatkan pura khusus yang disebut Sanggah atau Merajan. Di Bali, dewa tidak dipatungkan. Patung-patung di Bali hanya berfungsi sebagai hiasan. Adanya patung dewa di Bali diyakini sebagai bukti adanya pengaruh Jawa. Di dalam kuil dibuatkan tempat tertentu yang disediakan untuk tempat turunnya dewa atau roh nenek moyang yang telah menjalani prosesi ngaben. Ngaben adalah budaya pembakaran mayat atau tulang surga. Pembakaran mayat adalah suatu kebiasaan di India yang diadaptasi di Bali. Roh yang telah menjalai upacara ngaben dianggap telah suci. Ida Sang Hyang Widhi sebagai dewa tertinggi tidak dibuatkan pura khusus, namun pada setiap kuil dibuatkan bangunan suci untuknya berbentuk Padmasana atau meru beratap dua. Di unduh dari 82 Cakrawala Sejarah SMAMA Kelas XI Bahasa Masyarakat Bali mengenal pembagian golongan atau kasta yang terdiri dari brahmana, ksatria, dan waisya. Ketiga kasta tersebut dikenal dengan Triwangsa. Di luar ketiga golongan tersebut masih ada lagi golongan yang disebut Jaba, yaitu anggota masyarakat yang tidak memegang pemerintahan. Tiap-tiap golongan mempunyai tugas dan kewajiban yang tidak sama dalam bidang keagamaan. b. Kehidupan sastra Masa pemerintahan Jayasaksi menghasilkan kitab undang-undang, yaitu kitab Usana Widhi Balaman dan Rajarana. Kitab ini juga dipakai pada masa pemerintahan Ratu Sakalendukirana dan penerusnya. Dari prasasti-prasasti yang ditemukan, diketahui bahwa pada masa pemerintahan Jayasaksi, agama Buddha dan Syiwa berkembang dengan baik. Aliran Waisnawa juga berkembang pada waktu itu. Raja Jayasaksi sendiri disebut sebagai penjelmaan Dewa Wisnu. 6. Keadaan budaya dan kemajuan sastra pada masa Kerajaan Pajajaran Kehidupan masyarakat Kerajaan Sunda dapat digolongkan menjadi seniman pemain gamelan, pemain wayang, penari, dan badut, petani, pedagang, dan sebagainya. Mata pencaharian masyarakat Sunda yang utama adalah pertanian dan perdagangan. Bukti dan petunjuk mengenai masyarakat perladangan dapat kita temukan dalam kitab Sastra Parahyangan yang menyebut-nyebut sawah di dalamnya. Kitab Sanghyang Siksakanda juga menyebutkan tentang pengaruh yang merupakan pekerjaan utama masyarakat. Alat- alat yang dipergunakan di ladang adalah beliung, kored, dan sadap. Selain kitab-kitab sastra tersebut, ada pula kitab cerita Kidung Sundayana. Kitab ini menceritakan kekalahan pasukan Pajajaran dalam pertempuran di Bubat dan gugurnya Sri Baduga Maharaja beserta putrinya, Dyah Pitaloka. Kerajaan Sunda atau Pajajaran, seperti halnya Majapahit, juga mengenal kitab Carita Parahyangan. Kitab ini menceritakan bahwa pengganti Raja Sri Baduga Maharaja setelah Perang Bubat adalah Hyang Bhumi Sora. Kesusastraan masa Pajajaran menunjukkan pengaruh Hindu yang sangat kuat di kerajaan tersebut. Pengaruh Hindu ini telah tertanam sejak zaman Tarumanegara abad ke-5 M. Hal ini dibuktikan dengan adanya arca Rajansi dan arca-arca lainnya yang ditemukan di daerah Cibuaya dari abad ke-8 dan 9 M. Diskusi Apakah contoh karya sastra masa kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha yang masih dikenal luas di daerah Anda? Bersama teman kelompok, cobalah mengupas kembali isi cerita tersebut dan buatlah susunan ceritanya pada kertas folio. Perbandingkan hasilnya dengan teman-teman dari kelompok lain, lalu buatlah kesimpulan Di unduh dari Perkembangan Kebudayaan Masa Hindu-Buddha .... 83 Inskripsi Salah satu hasil budaya Islam yang cukup terkenal dan sampai sekarang masih tetap berdiri adalah masjid Demak. Masjid ini merupakan lambang kebesaran Demak sebagai kerajaan yang bercorak Islam. Masjid Demak selain kaya dengan ukir-ukiran yang bercirikan Islam juga memiliki keistimewaan, yaitu salah satu tiangnya dibuat dari pecahan-pecahan kayu tatal. C. Perkembangan Tradisi Islam di Berbagai Daerah dari Abad ke-15 sampai ke-18 1. Pengaruh Islam pada bidang arsitektur Pada masa sebelum datangnya Islam, pusat-pusat pemerintahan kerajaan di Indonesia umumnya memiliki tanah lapang yang luas alun-alun. Di empat penjuru tanah lapang itu terdapat bangunan-bangunan penting, seperti keraton, tempat pemujaan, dan pasar. Jika dilihat dari sudut arsitektur, masjid kuno beratap tingkat meru misalnya beratap dua yaitu masjid Agung Cirebon, masjid Katangka di Sulawesi, masjid Muara Angke, Tambora dan Marunda di Jakarta, masjid beratap tiga yaitu, masjid Demak, Baiturrahman Aceh, masjid Jepara; masjid beratap lima yaitu, masjid Agung Banten. Masjid kuno Indonesia yang mempunyai atap bertingkat telah mengundang pendapat beberapa ahli yang mengatakan bahwa hal itu merupakan kelanjutan dari seni bangunan tradisional Indonesia lama. Ada beberapa bukti yang mendukung pendapat itu, di antaranya sebagai berikut. a. Bangunan-bangunan Hindu di Bali yang disebut Wantilan atapnya juga bertingkat. b. Relief yang ada di candi-candi pada masa Majapahit juga terdapat ukiran yang meng- gambarkan bangunan atap bertingkat. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa telah terjadi akulturasi antara seni bangun tradisional Indonesia dengan seni bangun Islam. Dalam seni ukir dan lukis terjadi akulturasi antara seni ukir dan seni lukis Islam dengan seni lukis dan seni ukir tradisional Indonesia yang dapat kita jumpai pada bangunan masjid-masjid kuno dan keraton. Ukir- ukiran yang biasa dipahatkan pada tiang-tiang, tembok, atap, mihrab, dan mimbarnya dibuat dengan pola makara dan teratai. 2. Pengaruh Islam pada bidang kesenian a. Seni tari dan musik Di beberapa daerah ada jenis tarian yang berhubungan dengan nyanyian atau pembacaan tertentu yang berupa selawat atau slawat kompang. Bentuk-bentuk tarian itu, misalnya, permainan debus dan seudati. Permainan dabus adalah suatu jenis tarian atau pertunjukan kekebalan terhadap senjata tajam dengan cara menusukkan benda tajam tersebut pada tubuhnya. Tarian ini diawali dengan nyanyian atau pembacaan Alquran atau selawat nabi. Permainan ini berkembang di bekas-bekas pusat kerajaan seperti Banten, Minangkabau, Aceh. Adapun seudati adalah seni tradisional rakyat Aceh yang berupa tarian atau nyanyian. Pertunjukan dilakukan oleh sembilan atau sepuluh orang pemuda dengan memukul-mukulkan telapak tangan ke bagian dada. Dalam seudati pemain juga menyanyikan lagu-lagu tertentu yang isinya berupa selawat pujian kepada nabi. Di unduh dari KitabKunjarakarna Kitab ini berisi teks prosa Jawa Kuno yang menceritakan tentang seorang yaksa, sejenis raksasa yang bernama Kunjarakarna. Kitab ini tidak diketahui siapa pengarangnya. Kitab Usana Bali; Kitab Parthayajna; Kitab Pararaton; Kitab Sudayana; Kitab Ronggolawe; Kitab Sorandakan; 4. Peninggalan Arca Emas Kerajaan Majapahit.
2 Candi Lawang Kabupaten BoyolaliDalam bahasa Jawa, Wringin Lawang berarti Pintu Beringin’. Gapura agungini terbuat dari bata merah dengan luas dasar 13 x 11 meter dan tinggi 15,5meter. Diperkirakan dibangun pada abad ke-14 Masehi. Candi ini bergayacandi bentar atau tipe gerbang terbelah. Gaya arsitektur seperti ini didugamuncul pada era Majapahit dan kini banyak ditemukan dalam arsitektur sebuah inskripsi bertuliskan “ju thi ka la ma sa tka” di ambang pintucandi. Di tengah candi terdapat sebuah yoni dalam kondisi baik. Temuanlain di sekitar candi, diantaranya sebuah arca Agastya, arca Durga bertangandelapan disimpan di Museum Radya Pustaka, di Solo, pecahan makara, Candi Lawang Sumber Pande 20213 Candi Singosari Candi Singosari merupakan salah satu peninggalan Hindu yang terletak di Jawa Gambar Candi Singosari Timur. Candi Singosari merupakan salah satu peninggalan Kerajaan Singasari Kerajaan Sumber Pande 2021 Singhasari yang diciptakan sebagai bentuk penghormatan kepada Raja Kertanegara, yaitu raja yang membawa Singhasari pada puncak kejayaan. Terletak di daerah Singosari, Kabupaten Malang. Candi Hindu ini dibangun pada sekitar tahun 1300 M. Oleh karena jaraknya yang tidak jauh dan mengarah padaBab 5 Peninggalan Sejarah Agama Hindu di Indonesia 137Gunung Arjuna, maka fungsinya diperkirakan masih berkaitan denganaktivitas para pertapa dan ritual keagamaan di gunung tersebut. Mari MenganalisisPeninggalan-peninggalan sejarah di daerah Jawa Timur di atas merupakanbukti adanya penyebaran agama Hindu di Jawa Timur. Untuk lebih jelasnya,perhatikan analisis Prasasti Hantang atau Ngantang 1135 M, yang isinya menyebutkan kata “Panjalu Jayati”. Kata Jayati merupakan Bahasa Sansekerta yang berasal dari India. India adalah pusat penyebaran agama Hindu. Maka dapat disimpulkan bahwa pada masa pemerintahan ini, masyarakat memeluk agama Prasasti Dinoyo menjelaskan bahwa Raja Gajayana mendirikan sebuah tempat pemujaan untuk memuliakan Maharsi Agastya. Maharsi Agastya adalah salah satu orang suci Maharsi yang menyebarkan agama Hindu dari India ke Pada Candi Lawang terdapat arca Rsi Agastya yang merupakan orang suci Maharsi yang menyebarkan agama Hindu di Indonesia. Selain itu, terdapat pula arca Durga yang merupakan salah satu dewi sakti dari Dewa Candi Singosari difungsikan sebagai tempat bertapa meditasi yang biasa dilakukan oleh umat Hindu. Mari Mencari InformasiLengkapi pemahaman kalian mengenai peninggalan sejarah Hindu di JawaTimur dengan melakukan penelusuran di internet. Buatlah ringkasan darihasil penelusuran tersebut sebanyak 2-3 paragraf kemudian konsultasikankepada gurumu!138 Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti untuk SMP Kelas VIIMedia Informasi Kesusastraan pada jaman Majapahit • Kitab Negara Kertagama Karangan Mpu Prapanca 1365 masehi. • Kitab Sutasoma Karangan Mpu Tantular. • Kitab Arjuna Wiwaha karangan Mpu Panuluh. • Kitab Kunjakarna dan Partayajna. • Kitab Pararaton isinya riwayat raja-raja Singosari dan Majapahit. • Kitab Sundayana isinya tentang peristiwa Bubat. • Kitab Sorandaka, Ranggalawe, dan Panji Wijaya Krama. • Kitab Usana Jawa, Usana Bali, Pamancanggah, Tantu Pagelaran, Calon Arang, Kerawasrama, Bhubhuksah, Tantri Kamandka dan Panca Tantra. Mari BeraktivitasBagilah siswa di kelasmu menjadi dua kelompok besar. Satu kelompokmelakukan penelitian terhadap peninggalan berupa candi di Jawa kelompok yang lainnya melakukan penelitian mengenaipeninggalan Prasasti di Jawa Timur. Tulis hasil penelitian kalian pada bukucatatan masing-masing, kemudian tiap kelompok mempresentasikan hasilkerja kelompok masing-masing. Bab 5 Peninggalan Sejarah Agama Hindu di Indonesia 139E. Peninggalan Sejarah Agama Hindu di BaliPerhatikan Gambar berikut! Gambar Pulau Bali. Sumber Pande 2021 Pernahkah kalian melihat peta di atas? Tepat sekali, peta di atas adalahpeta Provinsi Bali. Pemeluk agama Hindu terbesar di Indonesia saat ini beradadi Provinsi Bali. Sekarang simaklah peninggalan sejarah agama Hindu apasaja yang ada di Bali. Mari BelajarAgama Hindu mulai berkembang di Bali pada abad ke-8 atau sekitar 800masehi. Perkembangan agama Hindu di Bali dapat dibuktikan denganditemukannya Prasasti Blanjong di daerah Sanur. Prasasti Blanjongmenggunakan bahasa Bali Kuno berangka tahun 835 Masehi. Dalam PrasastiBlanjong disebutkan nama seorang raja, yaitu Sri Kesari Warmadewa. RajaBali yang pertama kali memakai gelar Warmadewa adalah Raja Sri itu, raja-raja di Bali bergelar Warmadewa. Raja penerus Sri KesariWarmadewa diantaranya adalah Sang Ratu Sri Unggrasena. Pada tahun 905Saka, muncul seorang raja bergelar Sri Maharaja Sriwijaya Mahadewi yangdiduga putri Raja Sriwijaya dari Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti untuk SMP Kelas VIISetelah berakhir pemerintahan Sri Maharaja Sriwijaya Mahadewi,muncul seorang raja bernama Dharma Udayana Warmadewa yangmemerintah bersama permaisurinya yang bergelar Sri Gunapria perkawinan ini, lahirlah tiga orang putra yaitu Airlangga, Marakata,dan Anak Wungsu. Airlangga memerintah di Jawa Timur menggantikanDharmawangsa Teguh. Dua orang putra lainnya, Marakata dan AnakWungsu menggantikan ayahnya menjadi raja di Bali. Raja Marakata yang bergelar Marakata Pankaja Sthanotungga Dewamemerintah pada tahun 933-944 Saka atau 1011-1022 M. Pada masapemerintahan beliau, dibuatlah prasasti yang berangka tahun 944 tersebut berisi kata-kata sumpah Sapata yang menyebutkan namaDewa-Dewa Hindu. Raja Marakata digantikan oleh Anak Wungsu, yang memerintah tahun971-999 Saka atau tahun 1049-1077 M. Pada masa pemerintahan beliaubanyak dibuat prasasti. Prasasti-prasasti peninggalan Raja Anak Wungsuberjumlah 22 prasasti. Dalam penulisan prasasti disebutkan sebagai saksinya adalah parapegawai tinggi dan para pendeta Siwa dan Buddha. Dalam prasastiyang dikeluarkan pada tahun 993 Saka, disebutkan pada sapatannya “UntukHyang Anggasti Maharsi dan para Dewa yang lainnya”. Raja yang terakhir yang memerintah di Bali adalah Raja Paduka SriAstasura Bhumi Banten yang memerintah tahun 1332–1343 M. Beliaudikenal dengan Raja Bedaulu. Gajah Mada datang ke Bali dan menaklukkankerajaan Bali pada masa itu. Pemerintahan di Bali digantikan oleh raja-raja yang dikirim dari Majapahit, raja yang pertama memerintah Bali yangdikirim dari Majapahit adalah Raja Krisna Kepakisan. Pusat pemerintahan yang pada mulanya di Desa Samprangan dipindahkanke Gelgel. Pada jaman pemerintahan Dalem Waturenggong didampingi olehPurohita yang bernama Dang Hyang Nirartha. Pendeta ini terkenal denganusahanya menata kembali keagamaan di Bali, yakni agama Hindu. Bab 5 Peninggalan Sejarah Agama Hindu di Indonesia 141Berikut beberapa peninggalan sejarah agama Hindu di Bali.• Prasasti BlanjongPrasasti Blanjong ditemukan di daerah Blanjong menggunakan Bahasa BaliKuno berangka tahun 835 Masehi. PrasastiBlanjong diperkirakan dibuat pada jamanRaja Sri Kesari, karena pada prasasti tersebutdituliskan nama Sri Kesari yang pertama kalimempergunakan gelar Warmadewa. Gambar Prasasti Blanjong. Sumber 2019• Candi Gunung KawiRaja Anak Wungsu dikenal sebagai raja yang welas asih terhadap dalam menjalankan pemerintahannya senantiasa memikirkankesempurnaan dunia yang dikuasainya. Beliau juga berhasil mewujudkankerajaan yang aman, damai, dan sejahtera. Saat itu penganut agama Hindudapat hidup berdampingan dengan agama Buddha. Anak Wungsu sempatpula membangun sebuah kompleks percandian di Gunung Kawi sebelahselatan Istana Tampak Siring Candi tersebut merupakan peninggalanterbesar di Bali. Atas perannya yang gemilang itu, Anak Wungsu kemudiandianggap rakyatnya sebagai penjelmaan Dewa Hari Dewa Kebaikan. Gambar Candi Gunung Kawi Sumber Pande 2021142 Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti untuk SMP Kelas VIIMari MenganalisisPeninggalan-peninggalan sejarah di Bali yang telah kalian pelajarimerupakan bukti adanya penyebaran agama Hindu di Bali. Untuk lebihjelasnya, perhatikan analisis Prasasti Blanjong merupakan peninggalan Raja Sri Kesari dan Raja yang pertama kali memakai gelar Warmadewa. Sampai sekarang peninggalan tersebut dijadikan tempat sembahyang oleh umat Hindu di Bali sekarang Pura Sakenan.2. Pada Candi Gunung Kawi terdapat kalimat, “Atas perannya yang gemilang itu, Anak Wungsu kemudian dianggap rakyatnya sebagai penjelmaan Dewa Hari.” Sebutan “dewa” adalah sebutan dalam ajaran agama Hindu. Selain itu, masih banyak peninggalan sejarah Hindu yang masih eksis dijadikan tempat persembahyang oleh umat Hindu, seperti Pura Besakih, Pura Penataran Sasih Nekara Bulan Pejeng, dan lain sebagainya. Kegiatan Bersama Orang TuaSetelah mempelajari peninggalan sejarah agama Hindu di Bali, komunikasikandengan orang tua kalian dan tunjukkan hasil kegiatan/aktivitas kaliankepada mereka. Mintalah saran dan pendapat dari orang tua kalian untukperbaikan kalian ke Releksi• Sejauh mana kalian memahami peninggalan sejarah agama Hindu di Indonesia?• Apakah kalian menemui kesulitan dalam mempelajari materi bab ini?• Perubahan apa yang akan kalian lakukan setelah kalian memahami peninggalan agama Hindu di Indonesia? Bab 5 Peninggalan Sejarah Agama Hindu di Indonesia 143F. AsesmenI. Berilah tanda silang  pada huruf a, b, c, atau d!1. Lapangan suci tempat memuja Dewa Siwa pada masa kerajaan Kutai disebut .. a. Yupa b. Ciaruteun c. Waprakeswara d. Muarakaman2. Perhatikan pernyataan berikut! 1 Yupa Muarakaman I tertulis 12 baris, menceritakan silsilah Raja Mulawarman. 2 Yupa Muarakaman II merupakan yupa tertinggi di antara tujuh yupa yang ditemukan, terdiri 7 baris, menceritakan tentang Sri Mulawarman. 3 Yupa Muarakaman II menceritakan Sri Mulawarman sebagai raja mulia dan terkemuka yang telah menyedekahkan ekor sapi untuk kaum brahmana. 4 Yupa Muarakaman IV terdiri atas 10 baris pahatan, namun aksaranya telah aus sehingga sulit untuk dibaca isinya. Pernyataan yang benar ditunjukkan pada nomor .. a. 1 dan 2 b. 1 dan 3 c. 1 dan 4 d. 2 dan 43. Pada masa pemerintahan Raja Purnawarman yang ke-22, digalilah Sungai Gomati di dekat sungai Chandrabaga selama 21 hari dan diakhiri dengan penyerahan 1000 ekor lembu/sapi kepada kaum brahmana. Hal ini adalah isi dari prasasti .. a. Ciaruteun b. Muara Cianten c. Jambu d. Tugu144 Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti untuk SMP Kelas VII4. Perhatikan pernyataan berikut! “Vikrantyasyah vanipateh, Cri Pateh Purnawarman Tarumanagarandrasa, visnor iva, Padadwayani”. Terjemahan Kedua telapak kaki yang seperti telapak kaki sang Dewa Wisnu adalah telapak kaki Raja Purnawarman, raja dari negeri Tarumanagara yang gagah berani. Pernyataan di atas adalah isi dari Prasasti .. a. Ciaruteun b. Kobonkopi c. Pasir Awi d. Jambu5. Salah satu prasasti Kerajaan Tarumanagara berisi lukisan tapak kaki gajah yang disamakan dengan tapak kaki gajah Airawata. Hal ini terdapat pada Prasasti .. a. Pasir Awi b. Kebonkopi c. Jambu d. Muara Cianten6. Candi Prambanan dibangun sebagai persembahan kepada .. a. Dewa Brahma b. Dewa Wisnu c. Dewa Siwa d. Dewa Tri Murti7. Salah satu peninggalan kerajaan di Jawa Tengah adalah Candi Dieng. Candi Dieng merupakan candi Hindu beraliran .. a. Brahma b. Siwa c. Wisnu d. Bairawa Bab 5 Peninggalan Sejarah Agama Hindu di Indonesia 1458. Berdasarkan informasi dari kitab Negarakertagama dan Pararaton, Candi Jago memiliki nama asli Jajaghu yang berarti .. a. keagungan b. kebesaran c. keikhlasan d. kejayaan9. Salah satu Candi yang diduga dibangun pada akhir Kerajaan Majapahit dan dijadikan lokasi ziarah umat Hindu dan area pemujaan adalah Candi .. a. Sukuh b. Jago c. Cetho d. Gunung Sari10. Salah satu prasasti yang menggunakan tahun Candrasangkala yang berbunyi ”sruti indria rasa” adalah . a. Tukmas b. Yupa c. Dinoyo d. CanggalII. Soal Pilihan Ganda Kompleks1. Berilah tanda centang  pada pilihan jawaban yang tepat. Kalian dapat memilih lebih dari satu jawaban!No Pernyataan Peninggalan Agama Hindu1 Yupa peninggalan sejarah Prasasti Karyasastra Candi Hindu di Kalimantan Timur2 Kitab Negarakertagama salah satu peninggalan Hindu jaman kerajaan Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti untuk SMP Kelas VIINo Pernyataan Peninggalan Agama Hindu3 Bangunan Hindu terbesar Prasasti Karyasastra Candi di Jawa Tengah sekarang sebagai objek wisata4 Kitab Pararaton isinya riwayat raja-raja Singosari dan Blanjong salah satu peninggalan Raja Sri Kesari Warmadewa 6 Kitab Usana Jawa, Usana Bali, Pamancanggah, Tantu Pagelaran, Calon Arang, Kerawasrama, Bhubhuksah, Tantri Kamandka dan Panca Beri tanda centang  pada kotak di depan pernyataan untuk jawaban- jawaban yang benar. Berikut adalah Peninggalan sejarah agama Hindu di Jawa Prasasti Dinoyo dibuat pada jaman Kerajaan Kanjuruhan2 Prasasti Canggal menggunakan tahun Candrasangkala yang berbunyi “Sruti Idria Rasa”3 Candi Singasari peninggalan Kerajaan Singasari4 Candi Kidal salah satu peninggalan Kerajaan 5 Peninggalan Sejarah Agama Hindu di Indonesia 147III. Kerjakan soal berikut dengan singkat dan tepat!1. Tuliskan lima Candi peninggalan Hindu di Jawa Tengah!2. Apakah isi Prasasti Dinoyo? Jelaskan pendapatmu!3. Tuliskan lima jenis peninggalan Kerajaan Majapahit berupa kesusastraan/ karya sastra!4. Tuliskan silsilah Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur!5. Apakah bukti perkembangan Agama Hindu di Jawa Barat? Jelaskan bukti-buktinya!G. PengayaanUntuk menambah wawasan tentang peninggalan agama Hindu di Indonesia,bacalah referensi yang terkait dengan Sejarah Perkembangan Agama Hindudi Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti untuk SMP Kelas VIIIndeksA Dharma Udayana 141 Dharmayatra 18Adwaita Wedanta 32, 35 Dwaita wedanta 35Airlangga 136, 141 Dwapara yuga 23Anak Wungsu 141, 142, 143̄nandamaya Kosa 39, 52 GAnnamaya Kosa 39, 52, 152Antakarana Sarira 42 Gajah Mada 134, 141Arthasastra 2, 6, 19, 20, 26, 27, 152 Gandharwaweda 6, 22, 26, 27, 28, 29Asta Dasa Parwa 8Atharwa Weda 4, 91, 92 H̄tm̄n 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, Hindu 160 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 52, 54, 61, 152, 153, 154 IAyurweda 2, 6, 21, 22, 26, 27, 28, 29, 152 Itihasa 2, 5, 6, 7, 17, 26, 27, 28, 29, 30, 152B JBrahman 32, 33, 34, 35, 42, 47, 54, 58, 152, 154 Jiw̄tm̄n 32, 40, 43, 46, 48, 51C KCalon Arang 136, 139, 147 Kakawin Ramayana 7Canang 88, 93, 94, 95, 96, 97 Kali yuga 23Candi Arjuna 127, 128 Kamasastra 2, 6, 23, 26, 28, 152Candi Brahma 127 Kanistamaning madhyama 93, 109Candi Cetho 128 Kautilya 20Candi Dieng 128, 145 Ken Arok 133Candi Gunung Kawi 142, 143 Ken Dedes 133Candi Kidal 136, 147 Kerajaan Kediri 132, 133, 136Candi Lawang 137, 138 Kerajaan Kutai 112, 113, 115Candi Prambanan 111, 112, 125, Kerajaan Salakanagara 117 Kerajaan Singhasari 132, 133 126, 145 Kerta/satya yuga 23Candi Singosari 137, 138 Kitab Agama 2, 6, 23, 28Candi Sukuh 129 Kitab Baratayuda 135 Kitab Kresnayana 135D Kitab Lubdaka 136 Kitab Smaradahana 135Dandaniti 20Dewadasasahasri 22 149M Prasasti Jambu 119, 122 Prasasti Kalasan 124Madyaning madhyama 93 Prasasti Kebonkopi 120, 122Mahabharata 6, 7, 8, 12, 17, 24, 26, Prasasti Muara Cianten 120, 121, 28, 30, 131, 153 123Mahadewi 140, 141 Prasasti Pasir Awi 121Maharsi Walmiki 7 Prasasti Sojomerto 131Maharsi Wyasa 7, 24 prasasti Tugu 116, 118Majapahit 128, 132, 134, 136, 137, Prasasti Tugu 118, 123 Prasasti Tukmas 112, 129, 131 141, 146, 147, 148, 155 Prasasti Yupa 113, 115Manomaya Kosa 39, 153 Pratisarga 18, 153Manwantara 18 Purana 2, 5, 6, 18, 19, 24, 26, 27, 28,Marakata 141Mataram Kuno 124, 125 30, 153, 154, 156Mulawarman 112, 113, 114, 115, 144N RNatyasastra 22 Rajadharma 20Natyawedagama 22 Raja Hayam Wuruk 134Nitisastra 20, 153 Raja Purnawarman 116, 118, 119,P 120, 144, 145 Raja Sanjaya 124, 130Palemahan 61, 63, 64, 74, 83, 84, 85, Rajasika Purana 19, 28, 30, 153 153 Raja Sri Kesari 140, 142, 143, 147 Rakai Pikatan 125, 126Panca budhindriya 41, 53 Ramayana 6, 7, 9, 11, 12, 17, 27, 30,panca karmendriya 42, 43, 51, 104Panca mahabhuta 40 126, 127, 131, 152, 153Pancasila vii, 64, 65, 66, 67, 69, 71, Rasaratnasamuscaya 22 Rasarnawa 22 73, 74, 75, 76, 80, 85, 86, 155Parahyangan 56, 61, 62, 64, 74, 83, S 84, 85, 153 Sapta Kanda 7, 29Pawongan 61, 62, 64, 74, 83, 84, 85, Sarascamuscaya 4, 47, 54 Sarga 7, 18, 153 86, 153 Smrti 3, 21, 24, 26, 29, 153, 154Pr̄ṇamaya Kosa 39 Sri Gunapria Darmapatni 141Prasasti Blanjong 112, 140, 142, 143 Sri Maharaja Sriwijaya 140, 141Prasasti Canggal 112, 124, 130, 131, Sruti 3, 5, 24, 130, 131, 146, 147, 153 Suksme sarira 41 147Prasasti Ciaruteun 118, 119Prasasti Cidanghiang 122Prasasti Dinoyo 135, 138, 147, 148Prasasti Hantang 134, 138150TTamasika Purana 19, 27, 28, 154Tarumanagara 116, 117, 122, 123, 145Tirtayatra 18Treta yuga 23Tri Hita Karana vii, viii, 55, 56, 57, 58, 59, 60, 61, 64, 65, 74, 76, 77, 78, 79, 80, 81, 82, 83, 86, 154, 155Tunggul Ametung 133UUpacara 57, 97, 98, 108, 155, 156Upakara viii, 87, 88, 89, 90, 91, 93, 98, 99, 100, 106, 107, 108, 109, 154, 155Upaweda vii, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 18, 19, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 29, 154Utamaning madhyama 93VVijñ̄namaya Kosa 39WWamsa 18Waprakeswara 112, 113, 114, 115, 144Warmadewa 140, 141, 142, 143, 147Watsyayana 23Weda 152, 153, 154, 156Wisistadwaita Wedanta 154 151GlosariumArca patung yang terbuat dari batu yang berbentuk manusia atau wedanta memahami ̄tm̄n sebagai Brahman seutuhnya sehingga ̄tm̄n mempunyai sifat yang sama dengan Kosa Lapisan badan yang paling luar, yang terbentuk dari sari- sari makananArthasastra cabang Weda yang berisi ilmu politik atau ilmu percikan terkecil dari Hyang Widhi Wasa/ bagian Catur Weda yang berisi tentang ilmu kesehatan atau ilmu bangunan kuno yang dibuat dari batu sebagai tempat pemujaan, penyimpanan abu jenazah raja-raja, dan pendeta-pendeta Hindu atau Buddha pada jaman dulu.Dharma Kebenaran atau pebuatan yang Wedanta memahami bahwa ̄tm̄n berjumlah sangatlah banyak. ̄tm̄n yang satu berbeda dengan ̄tm̄n yang weda cabang Weda yang berisi tentang ilmu seni cabang Weda yang berisi tentang epos merupakan bagian dari kitab sastra kesusastraan Ilmu atau pengetahuan tentang segala hal yang bertalian dengan cabang Weda yang menguraikan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan asmara, seni, atau rasa sarana upakara upacara yadnya yang sederhanaMadhyama upakara upacara yadnya yang sedang menengah.152Mahabharata cerita epos dari India yang susun oleh Rsi Wyasa yang menceritakan pertempuran keluarga Kosa adalah lapisan manah/pikiran yang membungkus jiwa/ masa perubahan Kitab yang berisi tentang ilmu hubungan yang harmoni antara manusia dengan Hyang Widhi WasaParwa merupakan bagian dari kitab hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam hubungan yang harmonis antara manusia dengan manusiaPr̄namaya Kosa pranamaya kosa sebagai sarung vital. Lapisan inilah yang memberikan nafas/ batu bertulis peninggalan jaman berisi tentang masa penciptaan alam semesta cabang Weda yang berisi tentang tentang cerita-cerita kuno atau masa Purana Kelompok R̄jasika ini, mengutamakan Dewa Brahma sebagai cerita epos atau berisi tentang penciptaan alam semesta yang Purana Kelompok Pur̄na ini mengutamakan Wisnu sebagai Wahyu langsung dari Hyang Widhi Wasa/ Weda yang disusun berdasarkan ingatan. 153Tamasika Purana Menurut isinya, Kitab Pur̄na ini banyak memuat penjelasan Dewa Siwa dengan segala Awataranya, di samping itu terdapat pula Dewa Wisnu, seperti dalam Kurma Hita Karana tiga penyebab Manggalaning yadnya tiga unsur yang terlibat dalam pelaksanaan yadnyaUpakara segala sesuatu yang berhubungan erat dengan pekerjaan tangan, yang materinya terdiri atas daun, bunga, buah-buahan, air, dan dalain- kitab kedua dari Weda besar, jika berkaitan dengan upakara bantennya merupakan pengembangan atau penambahan dari tingkat madyama sehingga menjadi lebih berisi tentang keturunan raja-raja atau dan diskripsi keturunan yang akan lapangan suci untuk memuja Dewa Siwa, peninggalan Kerajaan Wedanta memahami ̄tm̄n sebagai bagian dari PustakaBh̄sya Of S̄yan̄c̄rya, 2005, Atharvaveda Samhita II, Paramita Surabaya________________________, Rg Veda Samhita Sakala Sakha Mandala VIII, IX, X. Paramita SurabayaDuwijo, 2017, Buku Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Kelas IV, Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Taufiq El-Jaquene, 2020, Hitam Putih Pajajaran, Araska, Bantul YogyakartaDwaja, I Gusti Ngurah dan MudanaI Nengah, 2017, Buku Pendidikan Agama Hindu dan Buku Pekerti Kelas XII, Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, KemendikbudJaman, I Gede, 2006, Tri Hita Karana dalam Konsep Hindu, PT. Offset BP DenpasarLukman Surya, Ida Rohayani, dan Salikun, 2017, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan kelas VIII, Kementeria Pendidikan dan Kebudayaan JakartaMidastra, I Wayan, 2007, Buku Pelajaran Agama Hindu Untuk Kelas VIII, Widya Buku Pelajaran Agama Hindu Untuk Kelas IX, Widya Dharma-DenpasarSumarto, dkk, 2013, Panca Yadnya Watone Sesaji Jawa Sanyata, Media Hindu, Mardiyono, 2020, Sejarah Kelam Majapahit, Araska, Bantul Nyoman S. 2002. Bhagavad-Gita, CV. Pelita Nusantara Lestari Griffith, 2005. S̄ma Veda Samhit̄, Paramita I Wayan, dkk. 2012, Buku Pedoman Praktis Upakara Banten dalam Upacara Yajna, Yayasan Dharma Pinandita Jakarta. 155Restu Gunawan, dkk. 2017, Sejarah Indonesia, Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Tjok Rai. 2018, Sarasamuccaya Terjemahan Bahasa Indonesia, ESBE Buku Denpasar Tjokorda Rai. 2012. Slokantara. Denpasar ESBE Buku 2012, Menawa Dharmasastra Manu Dharmasastra, Widya Dharma Denpasar__________________. 2018, Sarasamuccaya, ESBE Buku DenpasarSudirga, Ida Bagus dan Yoga Segara, I Nyoman. 2017. Buku Pendidikan Agama dan Budi Pekerti Kelas X, Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Komang. 2017, Buku Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Kelas VIII, Kementerian Pendidikan dan Pokja PSN. 2012, Buku Pedoman Praktis Upakara Banten dalam Upacara Yajna, Yayasan Dharma Pinandita JakartaTitib, I Made. 2003. Purana Sumber Ajaran Hindu Komprehensip, Pustaka Mitra Jaya Jakarta__________, 2001. Pengantar Weda, hanoman sakti Jakarta,Chawdhri, 2003, Rahasia Yantra, Mantra & Tantra, Paramita Giri MC. 2010, SAJEN & Ritual Orang Jawa, Narasi yogyakartaWebsite 157Profil PenulisNama Drs. I Gusti Agung MadeE-mail Swebawa, Kantor [email protected]Bidang Keahlian Bintaro Jaya Sektor 9. Jl. Raya Jombang-Ciledug, Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten Pendidikan Agama Pendidikan Tinggi dan Tahun Belajar1. S1. STKIP Agama Hindu Singaraja-Bali 1987–19912. S2. Universitas PGRI Adi Buana Surabaya 2006–2008Riwayat Pekerjaan/Profesi dalam 10 Tahun terakhir1. SMA Pembangunan Jaya Bintaro 1998–20162. Tim Teknis Mata Pelajaran Direktorat PSMP 2005–20093. SD-SMP Pembangunan Jaya Bintaro 1996–20204. Tim Teknis Mata Pelajaran Direktorat PSMP 2005-20095. SD-SMP Budi Luhur Karang Tengah Ciledug, Tangerang 2010–20166. SD-SMA British School Jakarta 2015–sekarangJudul Buku dan Tahun Terbit dalam 10 Tahun Terakhir1. Modul Pendidik Agama Hindu kelas VIII, Direktorat PSMP 2007158Profil PenelaahNama Dr. I Made Sedana, HinduEmail [email protected]Bidang Keahlian MengajarRiwayat Pendidikan Tinggi dan Tahun Belajar1. S1 STKIP Negeri Singaraja2. S2 Undiksha Singaraja3. S3 IHDN Denpasar4. S3 Undiksha SingarajaRiwayat Pekerjaan/Profesi dalam 10 Tahun terakhir1. SMK Negeri 3 Denpasar, Guru, 2000-20062. SMK Negeri 2 Singaraja, Guru, 2006-20123. UPP Kecamatan Sukasada, Kepala, 2012-20154. LPSM Panji Sakti, Direktur, 1997-19995. Dinas Pendidikan Kabupaten Buleleng, Kabid Dikmen, 2015-20176. Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Buleleng, Kabid PSMP, 2017-20197. STAH N Mpu Kuturan, Dosen PNS, 2019-sekarang8. Jurusan Dharma Duta STAH N Mpu Kuturan Singaraja, Ketua Jurusan, 2019- sekarang 159Profil PenelaahNama Prof. Dr. I Wayan -Bidang Keahlian MengajarRiwayat Pendidikan Tinggi dan Tahun Belajar1. S1 Prodi Pendidikan Kimia di Universitas Udayana Tahun 19862. S2 Prodi Kajian Budaya Universitas Udayana Tahun 20003. S3 Prodi Universitas Udayana Tahun 2012Riwayat Pekerjaan/Profesi dalam 10 Tahun Terakhir1. Mengajar di Universitas Hindu Indonesia Sebagai Dosen Karya Tulis yang Dihasilkan dalam 10 Tahun Terakhir1. Buku Monograf Pergulatan Pemikiran Cendekiawan Hindu Perspektif Kritis Sebuah Bunga Rampai “Pembelajaran Modernisasi Yang Bertradisi”;2. Buku “Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi Sebagai Ideologi Serta Praktik Hidden Curriculum Di Sekolah Menengah Atas”;3. Buku “Transformasi Kearifan Lokal Dan Pendidikan Karakter Dalam Pertunjukan Wayang Cenk Blonk”;4. Buku “Pergeseran Substansi Dharma Pemaculan Oleh Revolusi Hijau Dan Implikasinya Terhadap Budaya Agraris Dan Sistem Pendidikan Keagamaan Hindu Di Bali”5. Artikel “Indahnya Pelangi Karena Perbedaan Cita-Cita Universal Menuju Masyarakat Komunikatif”;6. Artikel “Production of Knowledge and Dominant Race Interests”;7. Artikel “Fungsi Agama Dalam Mengatasi Krisis Pada Era Kesejagatan”;8. Artikel “Pandangan Agustinus Tentang Hubungan Manusia dengan Moral/Etika Sebuah Perbandingan”;9. Artikel “Demokrasi Di Layar Wayang Cara Baru Mentransformasi Ajaran Kepemimpinan Hindu”;10. Artikel “Demokrasi Di Layar Wayang Cara Baru Mentransformasi Ajaran Kepemimpinan Hindu”;11. Artikel “Balinese Art and Tourism Promotion From the 1931 Paris Colonial Exposition’ to the Contemporary Paris Tropical Carnival’”;12. Artikel “Acculturation and Its Efects on the Religius and Ethnic Values of Bali’s Catur Vilage Community”.160Profil PenyuntingNama Yukharima Minna Budyahir, [email protected]Akun Facebook Yukha BudyahirBidang Keahlian Menyunting naskahRiwayat Pendidikan Tinggi dan Tahun Belajar1. S-1 Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran BandungRiwayat Pekerjaan/Profesi dalam 10 Tahun Terakhir1. 2005–2007 Penerbit Regina Bandung sebagai Editor2. 2007–2008 Penerbit Regina Bogor sebagai Editor3. 2011–2013 Penerbit Bintang Anaway Bogor sebagai Editor4. 2008–2015 Penerbit Kawan Pustaka sebagai Editor Lepas5. 2012–Sekarang Penerbit Bukit Mas Mulia sebagai Editor Lepas6. 2013–2015 Penerbit C Media sebagai Editor Lepas7. 2015–Sekarang Penerbit B Media sebagai Editor Lepas8. 2015–2019 Penerbit Yudhistira sebagai Editor Lepas9. 2017–Sekarang Penerbit Eka Prima Mandiri sebagai Editor Lepas10. 2019–Sekarang Penerbit Sarana Panca Karya Nusa sebagai Editor LepasJudul Buku yang Disunting dalam 5 Tahun Terakhir1. 2015 Basa Sunda SMP Kelas 7–9, Penerbit Yudhistira2. 2015 Basa Sunda SMA Kelas 10–12, Penerbit Yudhistira3. 2016 Asyiknya Naik Kereta Api Cergam, Penerbit Bukit Mas Mulia4. 2016 Narkoba No Belajar Yes, Penerbit Bukit Mas Mulia5. 2017 LKS Basa Sunda Kelas 1–12, Penerbit hursina6. 2018 Buku Aktiitas untuk PAUD, Penerbit Bukit Mas Mulia7. 2018 Komunikasi Bisnis SMK Kelas X, Penerbit Yudhistira8. 2018 Pengetahuan Bahan Makanan SMK Kelas X, Penerbit Yudhistira9. 2018 Front Oice untuk SMK Kelas XI, Penerbit Yudhistira10. 2018 Laundry untuk SMK Kelas XI, Penerbit Yudhistira11. 2018 Buku Tematik Kelas IV Tema 8 dan 9, Penerbit Eka Prima Mandiri12. 2018 Buku Tematik Kelas IV Tema 9, Penerbit Sarana Panca Karya Nusa13. 2020 Pembelajaran M Kabupaten Kota Waringin Timur untuk SMP Kelas 9, Penerbit Eka Prima Mandiri14. 2020 Desa Sungai Piring, Desa Tangguh Bencana, Penerbit Eka Prima Mandiri15. 2020 Let's Enjoy English for Islamic Primary School Year 2, Penerbit Bukit Mas MuliaInformasi Lain1. Mengikuti Uji Sertiikasi Penyuntingan Naskah LSP PEP dengan hasil Kompeten 2020. 161Profil IlustratorNama Pande Putu Arta Darsana, HP/WA 082144445238Email pandeputuart[email protected]Facebook Pande Arta DarsanaInstagram SD Bali Public School DenpasarBidang Keahlian Seni RupaRiwayat Pendidikan Tinggi dan Tahun Belajar1. S1 Pendidikan Seni Rupa, UNDIKSHA Universitas Pendidikan Ganesha 2005-2010Riwayat Pekerjaan/Profesi dalam 10 Tahun Terakhir2. Owner Semutapi Creatif Studios tahun 20143. Guru Seni Budaya dan Prakarya di SD Bali Public School DenpasarProfil Penata Letak DesainerNama Dono MerdikoEmail [email protected]Kantor -Bidang Keahlian Desainer BukuRiwayat Pendidikan Tinggi dan Tahun Belajar1. D3 Pendidikan Manajemen Informatika, Bina Sarana Informatika 1999– 2002Riwayat Pekerjaan/Profesi dalam 10 Tahun Terakhir1. Desainer Buku, Penerbit Mizan2. Desainer Buku, Penerbit Noura Book3. Desainer Buku, Penerbit Kasyaf4. Desainer Buku, Tematik Kurikulum 2013, Penerbit Pusat Kurikulum dan Perbukuan162
mrQQ6.
  • c23g1b9npw.pages.dev/283
  • c23g1b9npw.pages.dev/321
  • c23g1b9npw.pages.dev/433
  • c23g1b9npw.pages.dev/42
  • c23g1b9npw.pages.dev/300
  • c23g1b9npw.pages.dev/94
  • c23g1b9npw.pages.dev/257
  • c23g1b9npw.pages.dev/349
  • kitab usana bali berisi